Senin, 20 September 2010

Imunisasi Dasar pada Anak

IMUNISASI DASAR PADA ANAK
POLIO
 Vaksin ini disimpan pada suhu 2oc - 8oc
 Bersifat sangat stabil, namun sekali dibuka akan kehilangan potensi karena perubahan PH, terpapar dengan sinar matahari
 OPV(oral polio vaccine) dpt disimpan beku, cara mencairkan dengan digulir-gulirkan pd tangan sampai cair & dijaga agar warna tidak berubah merah muda mjd orange muda
 Virus polio dpt bertahan hidup ditinja sampai 6 mg setelah divaksin
 Pemberian ASI min ½ jam setelah pemberian
 OPV jika dlm 10 menit dimuntah harus diulang
 Dosis OPV 2 tetes yi: (0.1ml)

Kontraindikasi
 Penyakit akut/demam > 38.5 oc
 Muntah & diare,imunisasi ditunda
 Imunodefisiensi




BCG
WHO report on tuberculosis epidemic tahun 1997 menyatakan terdapat 7.433.000 kasus TB didunia, terbanyak di asia tenggara , Indonesia mrpkan 3 terbesar
(Ranuh,2001:79)
Bacille Calmitte Guerin (BCG) adl vaksin yg dibuat dr Mycobakterium bovis yang dibiakkan dan dilemahkan, diberikan u anak usia < 2 bulan dengan uji tuberculin negatif.  Efek proteksi timbul 8 – 12 mg setelah penyuntikan, efek proteksi bervariasi antara 0-80% ini krn: Vaksin itu sendiri dan lingkungan  Dosis BCG 0.05ml, di deltoid kanan, jk terjdi limfadeniti (saxilla) lebih mudah dideteksi, program pemerintah  Vaksin BCG tidak boleh kena sinar matahari, suhu penyimpanan 2oc-8oc  Vaksin yg sdh diencerkan hrs segera dibuang dlm 8 jam Kontraindikasi BCG:  Reaksi tuberculin > 5 mm
 Menderita infeksi HIV
 Anak gizi buruk
 Demam tinggi
 Infeksi kulit yang meluas

Rekomendasi:
 BCG anak < 2 bulan
 Jk bayi kontak erat dgn penderita TB dg BTA(+3) sebaiknya diberikan INH profilaksis dulu

HEPATITIS B
 Dosis 0.5 ml di paha anterior lateral/deltoid
 Kontra indikasi belum ada
 Jadwal diberika 3X dgn jarak suntikan I & II 1 – 2 Bln, suntikan ke III 6 bln dari vaksin pertama
 Sebaiknya diberikan sedini mungkin

DPT
Dosis 0.5 ml, secara IM di paha anterior lateral
DPT I = 2 – 4 Bln
DPT II = 3 – 5 bln
DPT III = 4 – 6 bln
DPT IV (ulang) = 18 – 24 bulan (satu tahun setelah DPT 3)
DPT V = masuk sekolah 5 – 7 th
DPwT Dipteri Pertusis whole-cell Tetanus
Suspensi kuman pertusis mati, dibuat di AS, memberikan reaksi local dan demam ringan (krn dikeluarkannya endotoksin & debris)

DpaT Dipteri Pertusis a-celuller Tetanus
Konta indikasi DPwT dan DpaT=
Riwayat anafilaksis dan ensefalopati sesudah pemberian vaksin sebelumnya
Precaution
Riwayat hiperpireksia, anak menangis 3 jam setelah pemberian, kejang dlm 3 hari sesudahnya

CAMPAK
 Dosis 0.5 ml berasal dari vaksin hidup yang dilemahkan (type Edmoston B)
 Dosis 0.001 ml jk berasal dari Virus campak yang matikan
 Diberikan usia 9 bulan, sec SC dalam di deltoid
 Bila ada KLB maka imunisasi campak perlu di ulang lagi









PENYIMPANAN (Perlu diperhatikan sekali)

a. rusak karena sinar matahari
ex: OPV dan campak
b. rusak krn terlalu dingin
ex: toxsoid dipteri, tetanus, pertusis, (DPT,DT), HB
o vaksin yang rusak biasanya terlihat perubahan fisik
ex: pd DPT terlihat gumpalan-gumpalan tidak dapat
larut lagi meski di kocok berulang kali
o harus ada termometer di lemari pendingin
o lemari pendingin harus tertutup rapat dan tidak boleh ada kebocoran
o lemari pendingin tidak untuk menyimpan makanan
o botol/plastik berisi es aatu air garam(1-2 sendok makan perliter) diletakkan dibagian bawah lemari pendingin, untuk pertahankan suhu jika lisrik mati
o tidak boleh meletakkan vaksin di pintu lemari pendingin
o jgn penuhi lemari pendingin dengan vaksin/melebihi kapasitas
o jika akan membuang bunga es maka vaksin di pindahkan ke lemari pendingin yg lain








jenis vaksin
Penyimpanan vaksin sentral berlistrik (propinsi) smpai dg 6 bln
Penyimpanan vaksin regional berlistrik (kabupaten) smpai dg 3 bln Penyimpanan vaksin di daerah kabupaten atau pusat kesehatan berlistrik (puskesmas) smpai dg 1 bln

OPV 15 sampai – 25 oc (WHO)

depkes = sama
BCG, campak 15 sampai – 25 oc atau0oc – (+ 8 oc) (WHO)

depkes = +2 oc s/d + 8 oc
DPT,DT,TT
Hepatitis B 0 oc s/d + 8 oc

depkes = +2 oc s/d + 8 oc


Vaksin yg sangat tidak stabil pd temperatur ruangan:
• OPV, campak, BCG
Vaksin yg harus dilindungi dari sinar matahari:
• OPV, BCG, campak
Vaksin yang tidak boleh beku:
• DPT,DT,TT
• Hepatitis B

Jumat, 10 September 2010

Evaluasi kinerja

PENILAIAN HASIL KERJA

Kegiatan PA tidak terlepas dengan prestasi kerja dan tampilan kerja seseorang yang telah dicapainya dalam kurun waktu tertentu. Seorang pekerja menunjukkan tampilan kerjanya berdasarkan hasil interaksi antara individu dan organisasi di mana ia berada (lingkungan kerja) yang dapat diartikan sebagai tingkah laku yang diarahkan untuk menyelesaikan tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai, antara lain, jumlah produk yang dihasilkan, dapat mengatasi konflik dengan teman sekerja, dapat melaksanakan pekerjaan dalam batas waktu tertentu (Campbel & Pritchard, 1964).
Prestasi/hasil kerja merupakan hasil dari suatu kegiatan atau tingkah laku atau tampilan kerja yang selalu dihubungkan dengan pencapaian sasaran/tujuan yang harus memenuhi standar mutu. Hasil kerja ini biasanya digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan atau keefektifan seorang pekerja dan dapat digunakan sebagai umpan balik bagi perusahaan dan pekerja itu sendiri. Dari hasil kerja yang dicapai, perusahaan dapat mengadakan program pemberian imbalan dan hukuman yang sesuai untuk memacu tampilan kerja seseorang. Bagi pekerja yang memiliki motif prestasi yang tinggi, hasil kerja digunakan sebagai standar untuk peningkatan tampilan kerjanya.
Pengertian hasil kerja sering dikaitkan dengan job performance. Job performance merupakan sejumlah keberhasilan yang dapat diraih dalam melaksanakan suatu pekerjaannya. Untuk memahami dan meramalkan variasi yang terjadi dalam tingkah laku kerja dan hasil kerja perlu diperhatikan keberadaan motif, kemampuan dan upaya yang dimiliki para pekerja (Ivancevich, dkk, 1977). Kombinasi antara kemampuan dan upaya/usaha seseorang akan menghasilkan tingkah laku tertentu yang khusus yang kemudian akan menentukan hasil kerjanya. Upaya/usaha merupakan sejumlah energi yang dikerahkan individu untuk tingkah laku tertentu. Tingkat upaya/usaha akan dipengaruhi oleh motif yang ada pada diri individu itu sendiri. Menurut Cummings & Schwab (1973), Porter & Lawler (1968), Vroom (1960), hasil kerja merupakan fungsi dari tiga peubah yang meliputi kemampuan, tingkat motivasi, sifat dan peranan persepsi (Steers & Porter, 1979).
Tingkat upaya/usaha yang dimiliki oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugasnya merupakan cerminan dari kuatnya motif seseorang. Seorang pekerja yang memiliki upaya/usaha yang kuat, maka hasilnya akan lebih baik jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkat usaha yang rendah. Faktor lain yang turut menentukan hasil kerja adalah kemampuan, yaitu potensi seorang pekerja untuk melaksanakan pekerjaan, baik kemampuan fisik mau pun mental. Peranan faktor persepsi akan terlihat dari bagaimana cara seorang pekerja dalam mengamati tingkah laku apa yang dituntut oleh pekerjaannya. Seorang pekerja akan lebih berhasil jika ia mengetahui secara tepat tingkah laku kerja yang bagaimana yang diperlukan dalam menghadapi pekerjaannya. Faktor lain yang dianggap turut mempengaruhi performance adalah faktor lingkungan (lokasi perusahaan, citra perusahaan, prestise perusahaan) dan sifat organisasi (kondisi kerja, kohesi kelompok, sistem imbalan, job design, kepemimpinan dan perubahan organisasi).
Untuk mengukur prestasi/hasil kerja dapat digunakan 3 cara, yaitu dapat diukur dari:
(1) Ukuran yang obyektif, yang merupakan ukuran dari output, jumlah unit yang dikerjakan, jumlah yang dapat dijual, jumlah keuntungan.
(2) Penaksiran terhadap keberhasilan pekerja oleh pekerja lain, atasan
langsung atau oleh manajernya.
(3) Penaksiran keberhasilan kerja oleh pekerja itu sendiri.
Untuk melakukan pengukuran ini harus diperhatikan mengenai jenis pekerjaan, Schultz (1973) membagi dua jenis, yaitu:
(1) Production job
Jenis pekerjaan yang menghasilkan keluaran tertentu yang secara kuantitatif dapat dibuat standar yang obyektif untuk melihat keberhasilan pelaksanaan kegiatan seorang pekerja. Penilaian untuk jenis pekerjaan ini selain dilihat dari segi kuantitasnya, juga segi kualitasnya. Beberapa contoh misalnya:
- kuantitas hasil kerja, yaitu jumlah unit yang dihasilkan dalam waktu tertentu
- kualitas hasil kerja, yaitu jumlah unit kesalahan yang dilakukan
- kecelakaan, yaitu berapa kali kecelakaan terjadi dan jenis atau tingkat kecelakaannya
- kemangkiran, yaitu berapa jumlah hari mangkir
(2) Non Production job
Hasil pekerjaan ditentukan secara kualitatif, penilaian berdasarkan human judgement atau pertimbangan subyektif, oleh karena itu harus diusahakan agar terdapat standar penilaian yang obyektif.

Selain itu, dalam membahas masalah performance perlu diketahui perbedaan antara potential performance dan actual performance.
(a) Potential performance, merupakan kekuatan atau upaya yang dimiliki pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya dan memperoleh hasil yang maksimal. Kekuatan atau upaya ini merupakan faktor 'dalam' yang menunjang keberhasilan kerja, seperti minat, motivasi, kemampuan, keterampilan.
(b) Actual performance, merupakan taraf hasil kerja nyata atau keluaran. Hal ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dalam lingkungan kerjanya.


PERFORMANCE APPRAISAL ( P A )

Suatu uraian yang sistematis mengenai kekuatan dan kelemahan individu atau kelompok yang berhubungan dengan tugas pekerjaan. (Cascio, 1991)
Suatu evaluasi yang sistematis mengenai pekerja yang dilakukan oleh atasannya langsung atau orang lain yang mengetahui prestasi kerjanya. (Tiffin & Mc. Cormick, 1962)
Penilaian formal dan sistematik mengenai bagaimana pegawai melaksanakan tugas atau pekerjaannya dihubungkan dengan standar yang telah ditentukan. (Gatewood & Field, 1990)



TUJUAN PA

A. Tujuan pengembangan diri

1. Meningkatkan hasil kerja pegawai dengan membantu menyadarkan agar menggunakan seluruh potensi yang dimiliki, memperbaiki dan mengembangkan kecakapan kerja pegawai melalui pemeriksaan secara periodik oleh atasannya
2. Memberikan informasi bagi pegawai dan para manajer yang berguna dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan kerja
3. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kekurangmampuan serta kelemahan pegawai, sehingga didapat bahan pertimbangan apakah pegawai yang bersangkutan perlu diikutsertakan dalam program pelatihan tertentu
4. Meningkatkan motivasi kerja pegawai, dengan tujuan merangsang prestasi kerja yang tinggi

B. Tujuan Administratif

1. Membantu pengambilan keputusan yang berhubungan dengan personel, seperti promosi bagi pegawai yang memiliki prestasi yang baik, transfer pegawai, PHK terhadap pegawai, pelatihan, disiplin pegawai, dan penyesuaian gaji pegawai.
2. Sebagai alat menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan
3. Sebagai kriteria seleksi dan penempatan pegawai.
4. Sebagai dasar menilai efisiensi produksi dari organisasi termasuk bagian-bagian di dalamnya.
5. Membantu mendiagnosa berbagai permasalahan di dalam perusahaan


SYARAT-SYARAT PA YANG EFEKTIF

1. Relevance
Ada kaitan yang jelas antara standar tampilan kerja dari suatu tugas dan tujuan organisasi, dan ada kaitan yang jelas antara elemen tugas dan dimensi-dimensi yang dinilai dalam lembaran penilaian
2. Sensitivity
Sistem penilaian yang digunakan dapat membedakan antara pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif
3. Reliability
Hasil penilaian yang diperoleh menunjukkan konsistensi yang tinggi
4. Acceptability
Jenis dan tingkat perilaku kerja yang dinilai dapat diterima oleh kedua belah pihak (atasan dan bawahan)
1. Practicality
Mudah dimengerti dan digunakan oleh manajer dan pegawai




SYARAT LEMBAR PA YANG BAIK

1. SIMPLICITY
Mudah dimengerti dan digunakan
2. RELEVANCE
Memberikan informasi tentang situasi tugas dan tanggung jawab
pekerjaan yang sebenarnya
3. DESCRIPTIVENESS
Memberikan kejelasan pengertian bagi setiap orang yang membacanya
4. ADAPTIBILITY
Memungkinkan manajer menggunakannya pada departemen dan fungsi yang berbeda, mengadapatasikannya kedalam situasi kebutuhan tertentu
5. COMPREHENSIVENESS
Mampu menggambarkan keseluruhan aspek pekerjaan pegawai secara lengkap
6. OBJECTIVITY
Kriteria yang didefinisikan mengukur faktor yang diinginkan dengan benar


METODA-METODA DALAM PA

1. NARRATIVE ESSAY
Penilai menuliskan kekuatan, kelemahan, potensi yang dimiliki pegawai dan juga memberikan saran-saran untuk meningkatkan kemampuan bawahannya. Pendekatan ini berasumsi bahwa penilai memiliki pengetahuan yang luas mengenai prestasi kerja pegawai.
Dengan bentuk essay, maka penilai dapat memberikan umpan balik secara rinci mengenai prestasi kerjanya, tetapi ia tidak dapat membuat perbandingan antar individu, antar kelompok, atau antar departemen. Hasil penilaian akan sulit digunakan untuk pengambilan keputusan personel, karena setiap pegawai tidak dapat secara obyektif dibandingkan dengan pegawai yang lain.

2. RANKING SYSTEM
Ranking yang sederhana hanya menuntut penilai membuat daftar atau peringkat pegawai dari yang berprestasi tinggi sampai yang paling buruk dalam suatu karakteristika khusus, atau dalam suatu kriteria efektivitas kerja secara umum

3. PAIRED COMPARISONS
Metoda ini lebih sistematis dalam hal mem-bandingkan antar pegawai.
Pada metoda ini semua pegawai dipasangkan/ dibandingkan dengan setiap pegawai yang lain. Penilai diminta untuk memilih yang terbaik dari tiap pasang, dan tiap peringkat (ranking) pegawai ditentukan oleh berapa kali dinilai baik.





PASANGAN PEGAWAI

TERBAIK
PERINGKAT
PEGAWAI
A B A 1 C
A C C 2 A
A D A 3 D
A E A 4 F
A F A 5 B
B C C 6 E
B D D
B E B
B F F
C D C
C E C
C F C
D E D
D F D
E F F

4. FORCED DISTRIBUTION
Pegawai dinilai atas dasar tampilan kerja secara keseluruhan, dan seluruh pegawai dikelompokkan ke dalam kategori-kategori berdasarkan persentase tertentu. Biasanya dengan jumlah pegawai atau bawahan yang banyak (di atas 10 orang)
Misalnya kategori Kurang (10%), Sedang (20%), Cukup (40%), Baik (20%), dan Amat Baik (10%). Penilai harus menempatkan pegawai-pegawainya ke dalam setiap kategori tersebut, tanpa memperhitungkan kemampuan apa yang dinilai.

5. BEHAVIORAL CHECKLIST
Penilai memiliki daftar pernyataan mengenai perilaku yang berhubungan dengan kerja, lalu penilai memberikan tanda V pada setiap pernyataan yang menggambarkan perilaku pegawai yang sedang dinilai.



Inisiatif
Penuh inisiatif, mencetuskan gagasan-gagasan baru dan melaksanakannya, selalu menunjukkan kemauan mempelajari hal-hal baru

Sering mencari tugas baru untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kerja, memiliki banyak gagasan, menunjukkan usaha untuk mempelajari hal-hal baru
Mau mencari dan melaksanakan pekerjaan tanpa harus diperintah, sepanjang terkait dengan peker-jaan yang memang menjadi tanggung-jawabnya, mau menerima hal-hal baru

Jarang menunjukkan inisiatif di bidang pekerjaan, mengerjakan pekerjaan yang sifatnya rutin
Membutuhkan dorongan dan selalu menunggu perintah dalam melaksanakan pekerjaannya

Motivasi dan kemauan untuk berprestasi
Berusaha untuk mencapai hasil kerja yang diha-rapkan dan mau mengem-bangkan standar kerja dan menjadi yang terbaik di ling-kungan kerjanya
Berusaha untuk mencapai hasil kerja yang diharapkan dan berupaya meng-hindari kegagalan & berusaha mem-perbaiki kesalahan
Berusaha untuk mencapai hasil kerja yang diharapakan
Bekerja sesuai dengan yang diperintahkan tanpa menetapkan standar kerja
yang diharapkan
Bekerja dengan apa adanya


6. CRITICAL INCIDENTS
Penilai diminta melihat dan menilai kejadian-kejadian yang menunjukkan perilaku kerja (pada keadaan/peristiwa tertentu) dari para pegawainya, apakah termasuk berhasil atau gagal.
Sebelumnya penilai menyusun faktor-faktor yang menunjukkan kriteria keberhasilan dan kegagalan. Dengan demikian penilai dapat mencocokkan penilaiannya terhadap tampilan kerja pegawai dengan kriteria tersebut.

7. GRAPHIC RATING SCALE
Penilaiannya digambarkan dalam suatu garis skala penilaian (yang tediri dari beberapa faktor yang dinilai), dan tiap skala memiliki bobot penilaian tertentu. Dengan menggunakan metoda ini penilai dapat membandingkan antara pegawai yang satu dengan yang lain.
Contoh :

Bobot 1 : S k a l a
Kehadiran : Baik sekali 7 6 5 4 3 2 1 Jelek sekali
Bobot 2:
Cara kerja : Baik sekali 14 12 10 8 6 4 2 Jelek sekali
Disiplin kerja : Baik sekali 14 12 10 8 6 4 2 Jelek sekali
Bobot 3:
Kualitas kerja : Baik sekali 21 18 15 12 9 6 3 Jelek sekali
Prestasi kerja : Baik sekali 21 18 15 12 9 6 3 Jelek sekali


8. BEHAVIORALLY ANCHORED RATING SCALES (BARS)
Merupakan variasi metoda graphic rating scale, yang setiap faktor dan dimensi penilaian diberi uraian penjelasan, sehingga semua penilai yang menggunakan alat PA ini memiliki standar penilaian yang sama. Metoda ini merupakan usaha untuk mengevaluasi tampilan kerja pegawai dalam bentuk tingkah laku spesifik, dan mengungkapkan perbedaan antara yang efektif dan tidak efektif.
Penilai memiliki daftar dari sejumlah pernyataan mengenai perilaku yang berhubungan dengan kerja dalam suatu bentuk skala penilaian, dan tiap skala memiliki bobot penilaian. Lalu penilai memberikan tanda atau melingkari salah satu skala penilaian untuk setiap pernyataan mengenai perilaku pegawai yang sedang dinilai.


9. SASARAN KERJA INDIVIDUAL (SKI)
Adalah suatu system penilaian kinerja individu terhadap sasaran-sasaran atau target yang dicapai berdasatrkan sasaran atau target yang telah ditentukan sebelumnya. Dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi semua pegawai/pegawai berupa sasaran kerja yang hendak dicapai pegawai/pegawai dalam waktu satu tahun, yang dapat diukur dan mengacu pada Bidang Prestasi Kunci (BPK) yang telah ditetapkan. SKI disusun dengan berpedoman pada deskripsi tugas (job description) yang mendukung tercapainya rencana kerja dasn anggaran. Setiap pegawai/pegawai harus memahami dengan baik job decription-nya dan menyusun rincian job description dan tugas tambahan ke dalam rincian program kerja, sub program kerja dan targetnya.
Kelancaran pelaksanaan SKI, dapat diketahui dari laporan berkalan tiap 3 bulan sekali, sebagai control bagi pegawai/pegawai yang melaksanakan pekerjaan, termasuk juga control bagi atasannya.

Tujuan SKI,
(1) Agar setiap pegawai dapat mengetahui apa yang diharapkan perusahaan dari dirinya dan bagaimana cara memenuhi harapan tersebut,
(2) Mengevaluasi hasil dan proses kerja, sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk kinerja perusahaan dan individu,
(3) Sebagai dasar pemberian penghargaan atas prestasi yang dica[pai pegawai selama satu tahun.

Hasil ahir dari proses SKI adalah Nilai Kinerja Individu (NKI) yang merupakan gabungan dari Nilai Proses Kerja (NPK) dan Nilai Pembinaan SDM, sehingga akan berpengaruh terhadap aspek-aspek pengembangan sumber daya manusia

NPK: Meliputi perencanaan (plan), pelaksanaan (do), evaluasi (check), dan tindakan perbaikan (action) atau disingkat PDCA, ditambah dengan aspek kerjasama (team work). NPK adalah pengendalian yang dilakukan dari awal proses hingga ahir proses. Tujuan dari pengendalian, agar supaya masalah dapat segera diketahui melalui evaluasi, dan dapat segera ditanggulangi melalui perbaikan.


YANG DAPAT MELAKUKAN PA
1. ATASAN LANGSUNG
Penilaian oleh atasan langsung sering dilakukan, karena ia memiliki otoritas formal untuk melakukan penilaian dan memberikan pengawasan imbalan yang akan diberikan. Selain itu. orang tersebut adalah orang yang paling banyak memiliki kesempatan untuk mengobservasi tampilan kerja bawahannya. Pada kenyataannya penilaian yang dilakukan oleh atasannya seringkali ditambahkan pula dengan keputusan dari atasan yang lebih tinggi tingkatnya.
2. REKAN KERJA
Penilaian dapat pula dilakukan oleh rekan kerjanya untuk membangun suatu keputusan yang akurat
3. DIRI SENDIRI
Pelaksanaan peneilaian dilakukan oleh pegawai itu sendiri, yaitu dengan meminta pegawai untuk menilai prestasi dan kemampuannya sendiri. Prosedur ini biasa digunakan oleh manajer dan atasannya untuk memba-ngun satu perangkat tujuan yang sama, seperti dikembangkannya suatu baru, atau memperbaiki kelemahannya. Setelah itu manajer menemui atasannya dan mendiskusikannya seberapa baik pegawai itu telah mencapai tujuannya.
Hasil penilaian yang diperoleh cenderung lebih tinggi dari penilaian yang diberikan oleh atasannya, dan menunjukkan toleransi yang lebih besar. Tetapi kelemahannya ini dapat dikurangi dengan cara hasil penilaian divalidasikan dengan kriteria yang lebih obyektif
4. BAWAHANNYA
Pendekatan ini masih jarang digunakan.
Tiga keuntungan apabila penilaian dilakukan oleh bawahannya:
(1) Bawahan memiliki posisi yang lebih baik untuk mengobservasi dan menilai beberapa aspek tingkah laku manajernya, dibandingkan dengan rekan kerjanya atau atasannya.
(2) Karena beberapa penilaian dilakukan oleh sejumlah orang, maka informasi yang diperoleh menjadi lebih banyak bila dibandingkan dengan penilaian oleh satu orang, yaitu dari atasannya saja.
(3) Memberi kesempatan berpartisipasi dalam memberikan penilaian terhadap atasan, dapat meningkatkan kepuasan dan moril kerja bawahan.
Penilaian dari bawahan menunjukkan korelasi yang positif dengan penilaian dari atasan dan penilaian yang dilakukan oleh dirinya sendiri.


KEKELIRUAN DALAM PENILAIAN

1. HALO ERROR
Kekeliruan yang paling sering terjadi didalam PA, bila penilai melakukan generalisasi suatu aspek hasil kerja pegawai terhadap seluruh aspek hasil kerjanya, karena penilai mengetahui (mengira mengetahui) bahwa pegawai tersebut tinggi atau rendah pada salah satu aspek tertentu
2. CONTRAST ERROR
Terjadi bila pegawai dinilai dengan lebih berdasarkan pada hasil perbandingan pegawai yang satu dengan yang lainnya, bukan pada standar tampilan kerja yang obyektif.
3. RECENCY ERROR
Terjadi bila penilaian berdasarkan pada tampilan kerja terakhir pegawai yang bersangkutan. Hal itu mungkin terjadi bila penilaian hanya dilakukan setelh periode waktu tertentu
4. LENIENCY and SEVERITY ERROR
Terjadi bila penilai memberikan penilaian lebih tinggi daripada keadaan sebenarnya karena terlalu berbaikhati/toleran (leniency error) atau penilaian lebih rendah dari keadaan yang sebenarnya karena terlalu kaku/keras (severity error).
5. CENTRAL TENDENCY ERROR
Terjadi bila penilai cenderung memberi penilaian terhadap hasil kerja seluruh atau beberapa pegawai di sekitar pertengahan skala penilaian yang ada, penilai menghindari penilaian yang ekstrim tinggi atau rendah, sehingga pegawai yang dinilai tidak dapat dibedakan secara tajam.
6. CONSTANT or SYSTEMATIC BIAS
Kesalahan penilaian yang bersumber pada standar atau kriteria yang digunakan oleh para penilai yang tidak sama. Penilaian menjadi tidak adil.

Rekruitmen, Seleksi dan penempatan

PROGRAM REKRUTMEN, SELEKSI DAN PENEMPATAN

Perusahaan-perusahaan dewasa ini telah cukup banyak menggunakan jasa psikolog untuk membantu mereka menyeleksi tenaga kerjanya. Satu hal yang pada akhir tahun 1950-an tidak dapat dibayangkan. Penggunaan pemeriksaan psikologi atau sebagaimana dikenal secara populer dengan psikotes mulai banyak dikenal pada permulaan tahun 1960-an. Permulaan penerapan pemeriksaan psikologis secara besar-besaran ialah pada saat para olahragawan Indonesia yang akan ikut pesta olahraga Asian Games II pada tahun 1962 di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Bagian Psikologi Kejuruan dan Perusahaan dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Sejak itu makin banyak permintaan datang dari departemen, perusahaan-perusahaan swasta dan milik negara (BUMN), lembaga-lembaga keuangan dan bank-bank untuk membantu mereka menyeleksi calon-calon pegawai atau untuk membantu mereka dalam proses promosi pegawai.
Di Indonesia proses penerimaan tenaga kerja berlangsung dalam dua tahapan yang besar, yaitu pencarian calon tenaga kerja dan seleksi calon tenaga kerja.


REKRUTMEN (Pencarian tenaga kerja)

Mencocokkan kemampuan dan ketrampilan pegawai sesuai dengan persyaratan kerja merupakan inti dari proses penyaringan, seleksi, dan penempatan. Psikologi INDUSTRI DAN ORGANISASI dewasa ini lebih menekankan pada kesesuaian antara keperluan , nilai, dan harapan pegawai dengan apa yang ditawarkan organisasi serta pekerjaan.
Ada beberapa informasi yang diperlukan untuk memperoleh kecocokan tersebut:

 ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan dalam pekerjaan
 penghargaan dan kesempatan yang ditawarkan dalam pekerjaan dan organisasi
 kemampuan, ketrampilan, dan pengalaman pelamar/pegawai baru
 kebutuhan, nilai, dan harapan pelamar/pegawai baru

Rekrutmen adalah proses menemukan dan menarik orang untuk menduduki posisi tertentu dalam suatu organisasi. Tujuan kegiatan ini adalah menemukan sejumlah pelamar kerja yang sesuai dengan posisi yang ditawarkan oleh organisasi. Dalam banyak hal, beberapa pelamar yang diperoleh untuk setiap posisi lebih disukai karena semakin banyak pelamar yang datang, semakin tinggi rasio pemilihan, akan semakin selektif perusahaan itu.
Pada tahap ini diusahakan agar jumlah calon tenaga kerja cukup banyak yang terkumpul, sehingga dapat dilakukan seleksi yang baik. Makin banyak calon tenaga kerjanya, makin besar kemungkinan mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi persyaratan perusahaan.



Pengertian Rekrutmen

H.T Graham (1986)
Recruitment is the first part of the process of filling a vacancy; it includes the examination of the vacancy, the consideration of sources of suitable candidates, making contact with those candidates and attracting applicants from them.

William B. Wether (1996)
Recruitment is a process of finding and attracting capable applicants for employment. The process begins when new recruits are sought and ends when their application are submitted. The result is a pool of applicants from which new employees are selected.

Pada dasarnya, kegiatan dalam pengaturan sumber daya manusia bertujuan untuk membantu organisasi dalam mendapatkan, mengembangkan, memberdayakan, mengevaluasi dan mempertahankan kualitas dan kuantitas pekerja di organisasi. Kegiatan-kegiatan tersebut akan diwujudkan dalam bentuk rekrutmen dan seleksi, pelatihan, penempatan, penilaian dan kompensasi yang diberikan serta hubungan antara pekerja di organisasi .
Menentukan kebutuhan pegawai
Diawali dengan menentukan jumlah pegawai yang dibutuhkan, yaitu jumlah dan jenis pegawai baru yang diperlukan dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam beberapa hal, proses ini hanya terdiri atas komunikasi informal antara bagian personalia dari organisasi yang memerlukan pegawai baru dan mereka yang akan terlibat dalam proses rekrutmen. Sebuah pendekatan yang lebih sistimatik dimulai dengan pernyataan kebutuhan pegawai yang didasarkan atas perencanaan sumber daya manusia secara formal. Rencana ini melibatkan sejumlah kegiatan pegawai, diantaranya adalah analisis jabatan, jumlah pegawai sekarang dan peramalan.
Perencanaan sumber daya manusia yang bersifat formal merupakan dasar yang diperlukan untuk rekrutmen, walaupun tidak selalu dapat dimungkinkan untuk menciptakan hubungan yang formal diantara kedua kegiatan tersebut. Banyak rekrutmen dimulai dengan pemecatan yang tidak diharapkan atau dengan perluasan jumlah pegawai secara tiba-tiba, seperti halnya jika sebuah perusahaan mendapat kontrak besar yang tidak dapat diselesaikan dengan jumlah pegawai yang ada. Banyak perusahaan besar mencari pegawai secara berkesinambungan, baik untuk mencegah kerugian atau mempersiapkan diri terhadap tuntutan kebutuhan pegawai dimasa yang akan datang.
Proses rekrutmen akan lebih efisien, jika pekerjaan yang akan diisi itu dipahami, melalui deskripsi/uraian jabatan dan spesifikasi jabatan yang merupakan hasil dari proses analisis jabatan. Informasi ini memberi pengetahuan kepada mereka yang terlibat dalam kegiatan mencari pelamar kerja yang besar kemungkinan bisa memenuhi kebutuhan suatu perusahaan.


Langkah-langkah yang biasa dilakukan dalam rekrutmen:
1. Persiapan rekrutmen
* Uraian jabatan
* Spesifikasi jabatan

2. Alasan merekrut
* Karena perluasan perusahaan
* Penggantian tenaga kerja
3. Tentukan sumber tenaga kerja, apakah dari dalam perusahaan sendiri (internal) atau dari luar perusahaan (external)


Rekrutmen Internal
Sumber internal adalah perencanaan pemberdayaan SDM yang diarahkan pada pemberdayaan pegawai internal dalam organisasi. Dasar kegiatan adalah proses auditing dan penempatan. Human resources audits, dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai ketrampilan, kemampuan dan pengetahuan setiap pegawai perusahaan. Audit untuk non manager disebut skill inventories, sedangkan audit untuk level manager disebut human resources audit, ini yang akan digunakan sebagai dasar pertimbangan pengangkatan dan pelatihan pegawai.
Ada sejumlah keuntungan mencari pelamar kerja dari dalam jajaran pegawai yang ada. Biayanya lebih murah daripada rekrutmen-eksternal dan keduanya baik organisasi maupun pelamar kerja telah saling mengenal. Juga terdapat keuntungan dengan meningkatnya motivasi kerja dalam proses rekrutmen-internal. Kebijaksanaan rekrutmen dari dalam memperluas kesempatan bekerja individu dan menyampaikan komitmen organisasi dalam hal pengembangan kerja dan kemajuan berkarier.
Rekrutmen-internal bertujuan untuk mengisi setiap tingkat pekerjaan dalam perusahaan, baik pergerakan karier pekerja ke arah horizontal maupun vertikal. Gerakan horizontal terjadi bila seorang pegawai pindah dari satu kerja ke kerja yang lain pada tingkat yang sama dalam hirarki perusahaan. Gerakan vertikal terjadi bila seorang pegawai dipromosikan atau naik dalam hirarki perusahaan. Pada umumhya rekrutmen-internal mempunyai tujuan untuk mempromosikan pegawai yang ada sekarang. Karena begitu banyak rekrutmen-internal melibatkan promosi, perhatian terhadap proses ini kerapkali difokuskan terhadap pekerjaan manajemen dan eksekutif.
Rekrutmen-Eksternal
Sumber eksternal adalah memberdayakan tenaga dari luar ke dalam organisasi.
Semua cara yang dilakukan terhadap orang yang belum bekerja untuk suatu organisasi tertentu dalam kaitan melamar pekerjaan mengacu pada rekrutmen-luar. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: kebutuhan eksternal, yaitu menentukan kebutuhan-kebutuhan yang mendasari pertimbangan memasukkan orang luar ke dalam organisasi. Analisis pasar tenaga kerja, berhubungan dengan ketepatan keakhlian dan pengetahuan pekerja yang dibutuhkan. Sikap-sikap dalam komunitas, mengenali karakteistik pegawai dari suatu lingkungan tertentu yang dapat mendudkung atau menghambat proses pemenuhan kebutuhan.
Sumber-sumber luar yang penting untuk mendapatkan pegawai adalah dari perserikatan, perusahaan luar, sekolah, iklan surat kabar, akademi dan universitas, asosiasi professional, agen pegawai perusahaan pemerintah dan agen pegawai perusahaan swasta.

Masalah utama adalah apakah keuntungan relatif bagi organisasi, dalam hal mempromosikan dari dalam, versus memasukkan “hawa baru” dari luar (rekrutmen-eksternal).


Para psikolog industri dan organisasi dapat membantu sebuah perusahaan dalam memilih strategi rekrutmen berdasarkan pengetahuan terhadap situasi tertentu, tetapi penerapan yang lebih umum dari ketrampilan mereka terletak dalam cara meningkatkan efektivitas proses rekrutmen-internal maupun rekrutmen-eksternal.
Peranan analisis jabatan sangat penting dalam rekrutmen eksternal, karena menyangkut jumlah pengeluaran yang harus dilakukan untuk memperoleh hasil rekrutmen yang terbaik bagi perusahaan. Bagi pekerjaan yang membutuhkan pegawai yang memiliki kualifikasi tertentu, misalnya tingkat ketrampilan yang tinggi, akan membutuhkan biaya rekrutmen yang lebih tinggi misalnya, biaya perjalanan ke universitas atau pertemuan professional dalam rangka mencari pelamar kerja. Bagi pekerjaan yang membutuhkan sedikit latihan dan/atau pengalaman serta ketrampilan yang biasa dimiliki kebanyakan orang yang bekerja, sumber-sumber luar yang lebih murah seperti rekrutmen melalui iklan surat kabar akan lebih sesuai.



Tujuan Rekrutmen: menarik calon-calon tenaga kerja yang baik agar mau bergabung dengan perusahaan.
Baik, berarti mempunyai keterampilan atau kemauan atau sikap tertentu yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, untuk membantunya dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.
Untuk melakukan rekrutmen kita perlu mengenal pasar tenaga kerja, yang antara lain ditentukan oleh :
 Jenis pekerjaan dan banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan
 Keterampilan dari tenaga kerja yang dibutuhkan
 Kondisi ekonomi setempat
 Citra perusahaan

Kapan menggunakan sumber external recruitment
1. Organisasi perlu gagasan baru
2. Organisasi perlu pelaksanaan-pelaksanaan baru
3. Organisasi kekurangan sumber internal

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses rekrutmen: (Werther & Davis)
a. Human Resource Plan, yaitu rencana tentang pemberdayaan SDM di perusahaan. Rancangan ini akan berguna karena memberikan pengetahuan tentang tujuan perusahaan yang telah diturunkan menjadi informasi arah pengembangan SDM di perusahaan tersebut, seperti posisi yang dianggap rentan bagi perusahaan dan membutuhkan SDM potensial dan sebaliknya, prioritas kebutuhan perusahaan akan SDM yang dibutuhkan untuk mendukung pemenuhan tersebut.
b. Job Description, yaitu uraian yang berisi rincian tugas-tugas dari individu yang menempati posisi tertentu. Berdasarkan job description akan diturunkan karakteristik dan kapabilitas individu yang dibutuhkan untuk menempati posisi tersebut. Seperti kepribadian, pengalaman kerja, keakhlian/pengetahuan kerja yang disebut job specification atau job requirement
c. Affirmative Action Plan, akan sangat berguna terutama bila kita ingin merekrut hanya dari satu sumber lowongan seperti universitas tertentu dan tidak dari universitas lain. Hal ini berhubungan dengan kontradiksi terhadap aturan perekrutan yang menyebutkan bahwa pada dasarnya setiap pekerja memiliki hak sama.
d. Recruiter Habits, yang berdampak pada dua hal, yaitu kebiasaan yang positif dalam hal melakukan prosedur rekrutasi, meminimalkan waktu dan biaya rekrut; dan dampak negatif, yaitu bisa saja terjadi kemungkinan mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama.
e. Kondisi di luar lingkungan perusahaan. Perkembangan perusahaan tidak dapat terlepas dari perkembangan ekonomi, baik nasional maupun internasional, sehingga setiap kemajuan atau kemunduran kondisi negara dapat menyebabkan perubahan dari rencana sumber daya manusia. Misal, krisis moneter, kesenjangan yang tinggi antara prediksi perusahaan denga kondisi nyata atau model baru di dunia internasional.
f. Kebijakan-kebijakan perusahaan. Setiap rumah memiliki aturannya sendiri, sehingga kita harus mengetahui aturan-aturan yang dapat berpengaruh pada rekrutasi seperti aturan gaji, aturan bila terjadi promosi dari dalam dan aturan bila mempekerjakan pegawai internasional.
g. Biaya yang disediakan perushaan untuk proses rekrutasi dan seleksi, karena kedua proses ini memerlukan sejumlah biaya yang hasrus dihitung dan dikeluarkan oleh perusahaan. Evaluasi terhadap biaya dilakukan untuk memastikan bahwa proses rekrutmen efisien dan efektif dari segi biaya.

Sumber internal recruitment:
1. Job-posting Programs. HR Department menginformasikan pada karyawan perusahaan tentang pembukaan lowongan dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan, serta mengundang karyawan yang memenuhi kualifikasi untuk melamar. Kualifikasi yang dibutuhkan berdasarkan analisis jabatan. Kemudia karyawan yang memenuhi kualifikasi mengajukan diri atau direkomendasikan oleh atasannya untuk melamar pada HR Department. Tujuan job-posting program adalah mendorong karyawan untuk mendapatkan promosi dan transfer dalam perusahaan untuk membantu HR Department mengisi pembukaan lowongan kerja. Tidak semua pekerjaan dapat diisi melalui job-posting, biasanya dilakukan untuk posisi pelaksana clerical, teknis dan posisi supervisor.
2. Departing Employee. Karyawan yang meninggalkan pekerjaannya atau berhenti merupakan sumber untuk melakuakn rekrutmen internal.
3. Buy Back, merupakan salah satu sumber rekrutmen yang seringkali terlupakan adalah karyawan yang telah berhenti, kembali bekerja atas permintaan perusahaan. Buy back terjadi ketika seorang karyawan yang mengundurkan diri untuk mengambil pekerjaan lain, kemudian perusahaan lama memberikan tawaran yang lebih baik mengalahkan tawaran perusahaan baru.

Sumber external recruitment:
1. Walks-in and Writes-in
2. Referensi dari pegawai perusahaan
3. Iklan lowongan kerja



INTERNAL

Keuntungan : 1. Ekonomis, murah, cepat
4. Sudah dikenal
5. Dapat bekerjasama
6. Memotivasi

Kerugian : Timbul Sistim klik

Metoda : 1. Job posting
2. Selebaran
3. Majalah intern, majalah dinding
4. Grapevine

Sumber : dari dalam EXTERNAL

1. mendapat gagasan baru
2. mempunyai potensi lebih /lain



Mahal dan perlu waktu

1. kunjungan (sekolah)
2. bea siswa
3. iklan, radio, koran, majalah
4. labour Scout
5. situation wanted ads

1. pelamar langsung
1 kantor/agen tenaga kerja
2 sekolah, perguruan tinggi
3 perusahaan saingan
4 employee referrals
5 job fairs


Iklan lowongan kerja akan lebih murah dan efektif bila prinsip berikut ini dicermati:
1. Iklan lowongan kerja berisikan spesifikasi jabatan dan spesifikasi personalia secara singkat, termasuk :
a. judul jabatan
b. deskripsi tentang tugas dan perusahaan (termasuk lokasi)
c. pengalaman, keahlian, kualifikasi yang dibutuhkan
d. rentang umur
e. kondisi kerja, misalnya gaji
f. pelatihan yang diperoleh
g. tindakan yang harus dilakukan pelamar, misalnya mengirimkan surat lamaran atau langsung diantarkan
2. Iklan tersebut muncul pada sarana publikasi yang tepat, misalnya koran lokal atau nasional. Sebaiknya menampilkan lambang perusahaan dan menggunakan ilustrai yang kreatif untuk menarik sejumlah besar pelamar.
3. Harus dibuatkan percobaan untuk mengetes respon terhadap ukuran, kata-kata, posisi halaman, hari dimunculkannya yang berbeda-beda.

4. Catat dan simpan data tentang :
a. media publikasi yang digunakan
b. tanggal dan hari di terbitkan
c. posisi iklan di halaman
d. gaya dan ukuran
e. nama pelamar yang melamar
f. nama pelamar yang diseleksi untuk interview
g. nama pelamar yang sukses
h. respon terhadap iklan lowongan kerja harus dianalisis, sehingga pengeluaran dapat diarahkan pada publikasi dan gaya yang memberikan hasil yang terbaik untuk tipe jabatan tertentu
i. Pelamar yang ditolak seharusnya dikirimi surat pemberitahuan secara sopan.
5. Kantor tenaga kerja
6. Agensi penempatan milik swasta
7. Professional search firm
8. Institusi pendidikan
9. Asosiasi profesi
10. Organisasi tenaga kerja
11. Government-funded and community training program
12. Temporary help agencies
13. Leased employees
14. Open house


Sifat-sifat pencari kerja :
 Pencari kerja yang baru belum punya gambaran mengenai pekerjaan
yang akan dikerjakan
 Pencari kerja yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya yang lama biasanya merasa dapat melakukan pekerjaan yang lebih tinggi tetapi mendapat imbalan yang kurang dari semestinya.
 Ada sejumlah kecil pencari kerja yang tidak puas dengan pekerjaannya

 Ada pencari kerja yang berpindah-pindah pekerjaan untuk
mencari teman kerja, atasan, cara kerja, atau iklim kerja yang cocok.
 Pegawai dengan masa kerja 1-2 tahun paling banyak mengundurkan diri atas prakarsa sendiri
 Tenaga pimpinan, staf, dan spesialis, lebih banyak menunggu dengan profesinya.


Beberapa cara merekrut tenaga kerja adalah :
1. Internal :
Bank data yang berisikan keterampilan, pengetahuan dan kemampuan setiap pegawai
2. Eksternal :
 Iklan di dalam surat kabar, radio, majalah dan televisi
 Melalui sekolah dan lembaga pendidikan
 Kantor-kantor penempatan tenaga kerja pemerintah dan swasta
 Secara lisan, dari mulut ke mulut
 Serikat Buruh

Kebijakan rekrutmen dan seleksi
1. Merekrut untuk kebutuhan sekarang atau mencari bakat potensial untuk kebutuhan yang akan datang
2. Bagaimana tindakan manajemen terhadap pegawai-pegawai yang “ mandeg “
3. Apakah perusahaan hanya mencari yang terbaik atau standar yang lebih rendah tetapi cukup baik
4. Apakah ada masalah tertentu sehubungan tenaga kerja, misalnya : perbandingan antara pria dan wanita
5. Bagaimana perusahaan mengatasi kelangkaan penyediaan tenaga kerja
6. Bagaimana perusahaan memanfaatkan tenaga kerja yang sudah ada, apakah promosi dari dalam lebih ditekankan
7. Beberapa jumlah dan macam tenaga kerja yang dibutuhkan untuk jangka pendek dan jangka panjang

Pilihan-pilihan rekrutmen
1. Pengayaan mutu pekerjaan, peningkatan tanggung jawab restrukturisasi pekerjaan
2. Pelaksanaan lembur
3. Pengaturan shift
4. Tenaga-tenaga temporer
5. Job order
6. Pengembangan pegawai
7. Pengembangan metode, prosedur kerja, teknologi dan sebagainya


SELEKSI

Dewasa ini cukup banyak perusahaan di Indonesia yang menggunakan jasa para psikolog untuk melaksanakan pemeriksaan psikologis yang secara populer dikenal sebagai psikotes terhadap para calon tenaga kerja yang melamar untuk peekraan-pekerjaan tertentu, baik pekerjaan manajerial maupun non-manajerial, dalam rangka seleksi tenaga kerja. Pada umumnya perusahaan-perusahaan ini mempunyai kepercayaan yang cukup besar terhadap hasil-hasil dari pemeriksaan psikologi tersebut. Kepercayaan ini didasarkan pada pengamatan mereka sehari-hari terhadap para tenaga kerja yang baru masuk ini. Tenaga kerja yang disarankan untuk diterima, ternyata pada umumnya memiliki prestasi yang memuaskan, sedangkan yang kurang disarankan untuk diterima ternyata pestasi kerjanya kurang sesuai dengan yang diharapkan. Disamping suara yang positif, terdengar pula suara yang sumbang. Pimpinan perusahaan menganggap bahwa seleksi dengan menggunakan tes-tes psikologis kurang tepat hasilnya. Pandangan dan pengalaman yang berbeda ini mungkin saja timbul, karena pimpinan yang percaya seleksi lewat penggunaan tes psikologis, tanpa disadari akan memperlakukan para calon yang disarankan dengan baik, sehingga mereka berkembang dengan baik. Sebaliknya, pimpinan perusahaan yang tidak terlalu percaya pada seleksi dengan tes psikologis, tanpa disadari pula akan mencari bukti bahwa ia benar dalam pendapatnya.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa para psikolog perlu sekali mengadakan penelitian yang berkaitan dengan keabsahan (keabsahan ramalan, keabsahan konstruk, keabsahan isi, keabsahan sintetik) dari perangkat tes psikologik yang digunakan dalam seleksi dan assessment, sehingga seleksi dan assessment psikologi untuk berbagai tujuan menjadi lebih menggunakan kaidah-kaidah ilmiah. Disamping untuk keperluan seleksi, pemeriksaan psikologis juga dilaksanakan dalam rangka penempatan tenaga kerja. Masalah yang dijumpai di sini sama dengan masalah yang dijumpai dalam seleksi, ialah apa yang harus diperhatikan dan yang dapat dilakukan agar hasil pemeriksaan psikologis memberi bahan yang berarti bagi penempatan yang tepat dari tenaga kerja..


Pengertian seleksi

Werther & Davis (1996):
Selection process is a series of spesific test used to decide which recruit should be hired. The process begin when recruit apply for employment and ends with the hiring decision.
Seleksi adalah suatu proses menyaring para pelamar guna memilih yang terbaik untuk diterima bekerja di perusahaan. Penyaringan adalah proses pemisahan individu yang paling besar kemungkinan akan berhasil dalam suatu pekerjaan dan cocok masuk organisasi, dari individu lain dari sejumlah besar pelamar. Jika proses ini mengurangi sejumlah besar pelamar sampai tinggal satu pelamar, penyaringan menjadi sama dengan seleksi. Akan tetapi tidak selalu demikian
halnya. Secara konseptual, penyaringan dan seleksi adalah dua proses yang berbeda, yaitu kegiatan penyaringan mendahului kegiatan seleksi
Metode penyaringan utama yang digunakan oleh organisasi-organisasi, akan digunakan kata tes untuk membedakannya dengan lamaran, wawancara atau metode penyaringan lain. Harus disadari bahwa tes merupakan suatu sumber informasi yang secara hukum digunakan untuk membuat keputusan dalam seleksi. Untuk praktisnya, semua metode penyaringan harus dianggap sebagai tes, apapun bentuk sebenarnya.

Formulir Lamaran Kerja
Pada hampir semua organisasi, informasi pertama untuk penyaringan (screening) berasal dari formulir lamaran kerja. Namun ada batasan yang diberikan oleh EEOC (Equal Employment Opportunity Commission) untuk mencegah penggunaan formulir lamaran ini sebagai alat untuk diskriminasi (yang tidak berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan). Antara lain: kebangsaan/ kewarganegaraan, status keluarga, rekor kriminal, agama, keanggotaan organisiasi. Peraturan umum tentang pertanyaan yang mencurigakan ialah bahwa pertanyaan tersebut dapat dipertanyakan asal saja tidak dipergunakan untuk mengambil keputusan dalam seleksi. Dengan kata lain, pertanyaan tersebut hanya boleh berlaku sebagai informasi untuk arsip kepegawaian atau untuk keperluan penelitian. Kekecualian yang penting bagi ketentuan umum ini ialah kalau dapat ditunjukkan bahwa jawaban atas pertanyaan yang mencurigakan ini mempunyai hubungan dengan beberapa aspek perilaku jabatan bagi pegawai perusahaan tersebut. Dengan perkataan lain, kalau ada bukti keabsahan kriteria terkait, formulir lamaran itu dapat digunakan baik untuk keputusan seleksi maupun usaha informasi atau untuk keperluan penelitian sepanjang formulir tersebut tidak berakibat bias bagi semua kelompok pelamar kerja.

Seleksi adalah suatu proses meneliti dan memilih dari sekelompok pelamar yang didapat dari berbagai sumber untuk mendapatkan pelamar yang paling sesuai dengan posisi yang ditawarkan.
Seleksi adalah suatu proses untuk memilih calon tenaga kerja yang paling sesuai dengan kebutuhan organisasi. Manajemen tidak menghendaki menerima pegawai yang tidak cakap dan yang akan cepat keluar sebab dapat menimbulkan kerugian yang besar

Hal-hal yang mendasari proses seleksi:
a. Analisis jabatan yang meliputi uraian pekerjaan, spesifikasi individu dan standard tampilan kerja pada setiap posisi
b. Perencanaan SDM meliputi identifikasi lowongan, identifikasi pegawai yang dapat dipromosikan/ditransfer, dan metode rekrutmen untuk sumber daya eksternal.
c. Rekrutmen, akan memungkinkan terkumpulnya berkas lamaran yang diseleksi.

Kriteria seleksi
Menyangkut prediksi tentang keberhasilan seseorang di masa yang akan datang pada jabatan tertentu. Melalui proses seleksi dilakukan pemilihan atau pencocokan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan menerima pegawai yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pencocokan tersebut dilakukan dengan membandingkan kualifikasi yang dimiliki calon pegawai (man specification) denga persyaratan yang harus dipenuhi untuk suatu pekerjaan (job specification).

Proses seleksi calon tenaga kerja di perusahaan di Indonesia bervariasi. Namun secara garis besar, proses seleksi berlangsung sesuai dengan tahapan-tahaan sebagai berikut: seleksi atas surat lamaran. Berdasarkan surat lamaran yang diajukan calon, dipertimbangkan apakah ia akan diterima untuk diseleksi pada tahapan seleksi berikutnya. Setelah itu diadakan wawancara awal, dalam tahap ini calon diwawancarai oleh pegawai/staf dibagian sumberdaya manusia, untuk mendapatkan gambaran umum tentang kesesuaian calon dengan pekerjaan yang ia lamar. Kepada calon dijelaskan tentang pekerjaannya, apa yang diharapkan dari calon dan apa yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada calon. Jika calon tetap bersedia dan dinilai memenuhi persyaratan umum seperti umur tertenu, pendidikan tertentu, maka ia dapat mengikuti tahap seleksi berikutnya.
Tahap ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a) ujian, berupa ujian tertulis tentang pengetahuan dan ketrampilannya yang berkaitan dengan pekrjaan yang dilamar (jika memang pekerjaan mensyaratkan pengalaman kerja). b) pemeriksaan psikologis, calon dievaluasi secara psikologik, yang meliputi pemberian tes psikologik baik secara perorangan maupun kelompok (klasikal), dan c) wawancara, calon diwawancarai oleh pemimpin unit kerja yang memerlukan tenaganya. Di sini calon diwawancarai oleh atasan dari jabatan yang akan ia duduki jika ia diterima. Atasan dapat melihat sejauh mana pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki calon tentang pekerjaan yang ia lamar. Dalam tahap ini dapat terjadi bahwa para calon mengikuti semua sub-tahap (a, b, c ) atau hanya mengikuti sub-tahap berikutnya kalau dinilai memuaskan pada sub-tahap sebelumnya. Ada juga perusahan yang tidak melakukan sub-tahap a dan c. Sebaliknya ada perusahaan yang tidak melaksanakan sub-tahap b.

Tahapan berikutnya adalah; penilaian akhir, pada tahap ini hasil-hasil dari tahapan sebelumnya dinilai secara keseluruhan untuk sampai diambil keputusan akhir calon mana yang akan diterima atau ditolak. Para calon tenaga kerja yang diterima kemudian diminta untuk dites kesehatan secara umum. Dapat terjadi bahwa pada permulaan tahap ini para calon dites kesehatan dahulu, terutama kalau dipersyaratkan kondisi fisik tertentu, misalnya tidak boleh buta warna. Hasil tes kesehatan ini dan hasil-hasil dari tahap sebelumnya kemudian digunakan sebagai dasar penerimaan atau penolakan calon.
Tahap berikutnya, adalah pemberitahuan dan wawancara akhir. Hasil penilaian pada tahap sebelumnya diberitahukan kepada para calon. Wawancara akhir dilakukan dengan para calon tenaga kerja yang diterima, kemudian diterangkan tentang berbagai kebijakan, terutama yang menyangkut kebijakan dalam bidang sumber daya manusia, seperti gaji dan imbalan lainnya. Jika calon tenaga kerja menyetujuinya, ia dapat diterima bekerja pada perusahaan.
Yang terakhir adalah tahap penerimaan. Dalam tahap ini para calon tenaga kerja mendapat surat keputusan diterima bekerja pada perusahaan dengan berbagai persyaratan pekerjaan. Adakalanya tenaga kerja diminta untuk menandatangani sebuah kontrak kerja.

Sumbangan Tes dan Wawancara dalam Pengambilan Keputusan
Seperti telah diketahui bahwa tidak setiap perusahaan menggunakan tes psikologi dalam proses seleksi tenaga kerja. Pada perusahaan yang menggunakan evaluasi atau asesmen psikologi dalam proses seleksi tenaga kerja, ada juga yang menggunakan metode-metode lainnya sebagai metode seleksi tenaga kerja, seperti metode surat lamaran, ujian pengetahuan dan atau ketrampilan, dan wawancara oleh calon atasannya.
Proses pengambilan keputusan penerimaan atau penolakan calon tenaga kerja dapat berlangsung secara bertahap atau secara bersama-sama. Jika berlangsung secara bertahap, maka pada setiap tahapan seleksi ada calon tenaga kerja yang ditolak dan ada yang terus masuk keseleksi tahap berikutnya sampai tahap terakhir. Pada proses pengambilan keputusan yang berlangsung secara bersama-sama, maka keputusan diterima tidaknya seseorang calon tenaga kerja didasarkan pada hasil dari setiap tahapan seleksi. Dalam hal ini maka besarnya sumbangan dari evaluasi psikologik, yang terdiri dari tes-tes psikologik dan wawancara, dalam proses seleksi dibandingkan dengan sumbangan dari metode-metode seleksi lainnya dapat ditentukan secara statistis, dalam rangka perhitungan keabsahan ramalan dari seleksi.

Langkah-langkah seleksi surat lamaran
1. menyisihkan lamaran yang tidak memenuhi kriteria
2. membandingkan pelamar
3. menggunakan kesan kepribadian

Alat-alat seleksi:
1. Formulir lamaran kerja
2. Wawancara
3. Test ( psikologi, teknis, pengetahuan dan medis)

Tujuan menggunakan formulir lamaran
1. membantu dalam wawancara
2. menjaring informasi yang belum lengkap
3. memudahkan informasi
4. alat memeriksa informasi sebelumnya

Evaluasi formulir lamaran kerja
1. Kecocokan dengan syarat-syarat pekerjaan
2. Petunjuk-petunjuk mengenai kepribadian
3. Pengetahuan, kemampuan dan sikap
Memeriksa referensi dan latar belakang, dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran dan fakta-fakta yang diberikan pelamar.

Langkah-langkah pemeriksaan psikologi
1. Persiapan : - spesifikasi jabatan
- alat-alat test
- lembar evaluasi
2. Pelaksanaan : - pengetesan
- skoring
3. Pelaporan : evaluasi



Model Penelitian Keabsahan Seleksi Tradisional
Agar seleksi dengan menggunakan pemeriksaan psikologis mempunyai keabsahan peramalan yang tinggi dan dapat diandalkan, maka perlu dilakukan pengkajian terhadap alat-alat ukur peramalan yang digunakan dalam pemeriksaan psikologis tersebut. Dalam buku ini akan dibahas model seleksi tradisional yang terdiri dari langkah-langkah berikut:

1. Analisis pekerjaan , yang berisikan data tentang pekerjaan, sasarannya, tugas-tugas, cara-cara yang digunakan dalam melakukan pekerjaan, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan, serta kondisi kerja
2. Penentuan peramal-peramal dan alat ukurnya. Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpulkan dapat ditentukan ciri-ciri pribadi yang diperlukan agar berhasil dalam pekerjaan, yang merupakan peramal-peramal (predictors), alat-alat ukurnya (selain tes psikologi dan wawancara, juga ujian-ujian dan alat-alat non-psikologik lainnya) juga dapat ditentukan, dibuat dan dikembangkan, dihitung daya diskriminasi butir, derajat kesukaran butir dan keandalan alat ukur peramalan dan sebagainya. Alat ukur peramalan diberikan kepada sampel penelitian dalam rangka penetapan keabsahan alat-alat seleksi.
3. Penentuan kriteria keberhasilan dan alat-alat ukurnya. Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpul dapat ditetapkan seperangkat kriteria keberhasilan dalam bentuk jumlah produk/ dalam hal pekerjaan bersifat jasa atau layanan dari perilaku yang diharapkan. Alat-alat ukur kriteria keberhasilan dapat ditetapkan, dibuat, dikembangkan, antara lain ditetapkan keabsahan konstruk dan keandalannya
4. Keabsahan peramalan/predictive validity. Skor alat ukur peramalan (meliputi tes-tes psikologi dan wawancara serta alat ukur non-psikologik lainnya) dikorelasikan dengan skor-skor alat ukur kriteria keberhasilan. Tinggi rendahnya korelasi menunjukkan tinggi rendahnya keabsahan peramalan.
5. Keabsahan silang/cross validition. Untuk meyakinkan keabsahan peramalan dari alat-alat ukur peramalah dan alat ukur kriteria keberhasilan, diberikan kepada sampel yang lain dari pekerjaan yang sama. Jika hasilnya berbeda maka langkah 1 sampai 3 harus dipelajari lagi dan jika perlu diperbaikki. Jika hasilnya menegaskan hasil dari langkah 4, maka langkah 6 dilaksanakan
6. Rekomendasi untuk seleksi. Perlu ditentukan skor minimum atau kombinasi skor minimum yang dapat digunakan sebagai pedoman pada seleksi. Di samping itu perlu juga disusun pedoman pemberian dan penilaian alat-alat ukur peramalan.

Model seleksi tradisional ini sulit digunakan. Untuk penelitian keabsahan peramalan seleksi, diperlukan sampel yang besar sekali. Untuk pekerjaan-pekerjaan non manajerial mungkin dapat kita temukan sejumlah tenaga kerja yang melakukan satu jenis pekerjaan, misalnya operator mesin tenun, petugas perawat mesin, pramuniaga, pegawai administrasi dan sebagainya. Untuk pekerjaan manajerial jarang akan dapat kita temukan lebih dari satu tenaga kerja yang mengerjakan pekerjaan yang sama (kecuali pekerjaan penyelia/mandor). Lagipula sulit, bahkan tidak akan diperoleh perusahaan yang mau menyediakan perusahaannya untuk penelitian semacam ini.
Disamping masalah seperti telah diungkapkan sebelumnya, ada tiga asumsi yang salah yang mendasari model ini, yaitu:
1. Diasumsikan bahwa pekerjaan dan orang yang melakukan pekerjaan tadi tidak berubah. Asumsi ini salah, karena sebagai akibat dari organisasi industri sebagai suatu sistem terbuka, organisasi peka dan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi disekitarnya. Dengan demikian pekerjaan akan mengalami perubahan dan mengakibatkan perubahan pula pada pemegang pekerjaan.
2. Diasumsikan bahwa populasi pelamar untuk pekerjaan yang sama adalah sama. Masyarakat di mana kita hidup merupakan masyarakat yang dinamis, sehingga populasi pelamar untuk sesuatu pekerjaan pada masa kini akan berbeda dengan populasi pelamar pada masa yang lain.
3. Diasumsikan bahwa seperangkat peramal dari perilaku pekerjaan yang efektif yang telah kita temukan akan dapat diterapkan pada semua orang yang melamar untuk pekerjaan yang sama dalam hal menentukan keberhasilan dalam pekerjaan. Ini tidaklah benar.

Evaluasi/asesmen psikologi yang digunakan dalam prosedur seleksi yang dewasa ini dilakukan di Indonesia pada umumnya melaksanakan langkah-langkah berikut:
1. Analisis Pekerjaan.
Data pekerjaan dikumpulkan untuk menentukan ciri-ciri pribadi mana yang tampaknya diperlukan agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan harapan pimpinan perusahaan
2. Penetapan alat ukur/tes psikologis yang mengukur ciri-ciri kepribadian. Pada umumnya digunakan tes psikologi yang diberikan secara klasikal, perorangan dan dilakukan wawancara. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data yang menunjang tafsiran bedasarkan hasil-hasil dari tes. Misalnya, hasil tes menunjukkan taraf inteligensinya tinggi, melalui wawancara dapat diperoleh data bagaimana prestasinya di sekolah, ataupun kalau sudah bekerja, prestasi apa yang pernah ia capai yang dinilai baik oleh atasannya, oleh lingkungan pekerjaannya. Wawancara dilakukan juga untuk mendapatkan data yang diperlukan, yang tidak dapat diperoleh dari tes-tes psikologis, misalnya prestasi di sekolah, prestasi kerja pada pekerjaan/perusahaan lain, dinamika kehidupan sosial (di keluarga atau situasi sosial lainnya) dan data lainnya yang dapat menggambarkan kepribadiannya. Formulir lamaran dalam bentuk baku, atau lembar lingkungan kehidupan(semacam riwayat hidup), yang telah diisi oleh calon merupakan dasar yang digunakan dalam wawancara.
3. Pelaksanaan pemeriksaan psikologis.
Pada umumnya dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap pemeriksaan klasikal, perorangan dan pelaporan. Pada tahap klasikal diberikan tes psikologis tertentu, seperti tes kemampuan intelektual, tes minat, dan tes kepribadian, kepada sejumlah calon dalam satu kelas. Pada tahap perorangan, diberikan tes-tes psikologis lainnya yang masih diperlukan. Di samping itu, dilakukan wawancara yang mendalam dengan calon. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dibuatlah suatu laporan yang pada umumnya berbentuk suatu uraian atau gambaran tentang kepribadian calon yang diakhiri dengan kesimpulan yang berisi saran tentang dapat tidaknya calon diterima pada pekerjaan yang dilamarnya.
Ketidak tepatan dalam seleksi diusahakan seminimal mungkin dengan menyelenggarakan job analysis dan penetapan tes/alat ukur peramalan secermat mungkin. (Ciri yang diperlukan dalam pekerjaan dijadikan konstruk yang diukur oleh tes-tes psikologik). Namun bagaimana pun usahanya, masih sangat tergantung pada ketrampilan psikolog dalam melaksanakan ketiga urutan langkah di atas.

Konsep penting dalam testing
1. Reliability
2. Validity

Masalah keabsahan tes/ validity test
Seleksi merupakan suatu kegiatan peramalan, dengan mempergunakan alat ukur tertentu, maka para calon di-assess untuk melihat sejauh mana mereka memiliki ciri-ciri pribadi yang diperlukan oleh pekerjaan yang mereka lamar.
Berdasarkan hasil asesmen ini para calon satu persatu diramal derajat kemungkinan keberhasilan mereka pada pekerjaannya kelak. Ketepatan ramalan banyak tergantung dari keabsahan tes (validitiy test). Validitas tes berarti skor tes berkorelasi secara signifikan dengan job performance atau dengan kriteria penilaian yang relevan.

Berikut ini akan dibahas beberapa macam keabsahan yang biasanya ditemukan dalam hubungannya dengan seleksi tenaga kerja, yaitu:

a. Predictive validity
b. Concurrent validity
a. Construct validity
b. Synthetic validity

Predictive validity. Keabsahan peramalan tes menyatakan derajat ketepatan tes untuk dapat meramalkan perilaku efektif pada suatu pekerjaan. Misalnya, kalau satu kelompok calon mendapat skor yang tinggi pada suatu tes K, apakah mereka, semua anggota kelompok, akan berhasil pada pekerjaan. Sebaliknya kalau satu kelompok calon lain mendapat skor yang rendah pada tes K tersebut, apakah mereka akan tidak berhasil pada pekerjaan yang sama. Jika dalam kenyataannya demikian (skor tinggi berhasil, skor rendah tidak berhasil), maka dapat dikatakan bahwa tes K mempunyai keabsahan peramalan yang tinggi. Model seleksi tradisional adalah model keabsahan peramalan. Kalau mau menentukan secara murni besarnya keabsahan peramalan suatu tes, maka para calon pekerjaan tertentu diberikan tesnya, hasil-hasilnya disimpan sementara, dan mereka semuanya diterima bekerja. Setelah waktu tertentu, misalnya 1 tahun para calon yang telah menjadi tenaga kerja, dinilai keberhasilan mereka pada pekerjaan. Nilai keberhasilan ini kemudian dikorelasikan dengan hasil-hasil tes mereka. Besarnya korelasi adalah besarnya keabsahan peramalan. Dalam kenyataannya tidak ada perusahaan yang mau mempekerjakan tenaga kerja tanpa seleksi. Lagipula tidak banyak pekerjaan yang memerlukan begitu banyak tenaga kerja yang cukup untuk penelitian keabsahan.

Concurrent Validity. Kesulitan yang ditemukan pada predictive validity, menyebabkan orang lebih sering melakukan studi concurrent validity. Keabsahan bersamaan mempelajari hubungan antara perilaku dalam situasi tes atau skor yang diperoleh dari tes dengan perilaku pada pekerjaan pada saat yang sama. Kalau pada predictive validity, skor tes atau perilaku dalam situasi tes diketahui sebelum orang bekerja, pada concurrent validity, tes diberikan kepada tenaga kerja yang bekerja. Perilaku pada tes dan perilaku pada pekerjaan dapat diketahui pada saat yang bersamaan.
Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan jarak waktu yang panjang antara pemberian ukuran-ukuran peramalan (tes) dengan pengumpulan dari ukuran-ukuran perilaku pada pekerjaan (kriteria keberhasilan).
Namun kelemahan-kelemahan concurrent validity lebih banyak daripada keuntungan-keuntungannya.

Construct Validity, mempelajari sejauh mana alat ukur (test) betul-betul mengukur apa yang hendak diukur, dengan demikian kita dapat memberikan penjelasan tentang perilaku tesnya. Misalnya, tes kemampuan penalaran, apakah tes ini betul-betul mengukur kemampuan penalaran. Jika memang demikian dapat kita katakan bahwa orang yang mendapat skor yang tinggi pada tes ini, mempunyai kemampuan penalaran yang baik. Untuk studi construct validity ini, skor pada tes perlu dikorelasikan dengan suatu kriteria, yang diketahui merupakan ungkapan tepat dari konstruk yang hendak diukur. Jika terdapat keabsahan yang tinggi ini berarti bahwa tes mengukur konstruk dalam derajat yang tinggi. Kesulitan pada studi construct validity ini sama dengan kesulitan pada studi predictive validity, yaitu kesulitan dalam menentukan kriteria (dari konstruk) yang tepat.

Synthetic Validity. Besarnya sample yang diperlukan untuk menentukan keberhasilan predictive validity dapat diatasi dengan menggunakan strategi synthetic validity. Berdasarkan synthetic validity ini, yang dikemukakan oleh Lawshe (1952), pekerjaan-pekerjaan dapat dijabarkan ke dalam dimensi-dimensi perilaku yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang bermacam-macam. Tes-tes dapat dihitung keabsahannya berdasarkan prestasi pada dimensi-dimensi pekerjaan ini.
Satu baterai tes yang absah kemudian dapat disintesiskan untuk pekerjaan apa saja dengan menggunakan tes-tes yang ternyata absah untuk masing-masing dimensi pekerjaan. Contoh : tabel 3.1

Tabel 3.1
Penilaian tentang Pentingnya Dimensi-dimensi Perilaku untuk Setiap Pekerjaan


Perilaku Pekerjaan

Pekerjaan Dimensi A Dimensi B Dimensi C Dimensi D
Kecakapan Kecakapan Dominasi Hubungan Antar –
Verbal Mekanik tenaga kerja

1 6 7 2 6
2 9 5 7 3
3 4 4 3 6
: : : : :
: : : : :
12 10 1 2 7


Dalam tabel tersebut terdapat dimensi-dimensi dari perilaku pada pekerjaan yang dijumpai dalam kedua belas pekerjaan dengan derajat kepentingan yang berbeda-beda. Dimensi A untuk pekerjaan 3 dianggap tidak penting (4), untuk pekerjaan 12 sangat penting (10), untuk pekerjaan 1 dianggap cukup penting (6) dan seterusnya. Untuk setiap dimensi dicari tes yang dianggap mengukur perilaku pekerjaan dari dimensi ini. Tes-tes diberikan kepada para pemegang pekerjaan dari berbagai macam pekerjaan di atas (ada 12 macam pekerjaan). Hasil tes dikorelasikan dengan nilai kepentingan dimensi pada pekerjaan. Tes yang berkorelasi tinggi dengan nilai kepentingan dimensi dianggap mempunyai nilai keabsahan yang tinggi. Jika setiap dimensi ditemukan tes yang absah, maka gabungan tes ini merupakan baterai tes yang dapat digunakan untuk seleksi para calon untuk kedua belas pekerjaan tersebut, karena mempunyai keabsahan sintetik yang tinggi. Selain dapat mengatasi masalah sample yang besar, strategi synthetic validity ini mempunyai keuntungan bahwa alat-alat seleksi dikembangkan sekaligus untuk sekelompok pekerjaan.

Masalah peramalan
Berdasarkan data pekerjaan yang terkumpul dapat disimpulkan ciri-ciri pribadi (personal attributes) yang dituntut oleh pekerjaan dan dapat pula alat-alat ukur peramalan disusun dan dikembangkan. Seperangkat peramal dapat berupa skor-skor ujian dan tes, misalnya skor ujian tentang pengetahuan atau ketrampilan, tentang tes kecakapan mental, dan tes situasional, dapat pula berupa hasil penilaian dari ciri-ciri pribadi yang didasarkan pada wawancara dan/skor-skor tes, misalnya kecakapan intelektual, ketrampilan merencanakan, dan ketrampilan berkomunikasi.



Macam-macam tes
1. Knowledge tests
2. Performance tests
3. Psychological tests


Alat-alat ukur peramalan psikologik dapat digolongkan ke dalam tes:
1. kecakapan
2. kepribadian objektif
3. kepribadian projektif
4. situasional
5. informasi lewat otobiografi
6. wawancara

1. Tes Kecakapan, adalah tes yang dirancang untuk menentukan sejauh mana baiknya seseorang dapat melakukan sesuatu. Dalam tes kecakapan dapat dibedakan kelompok-kelompok tes sebagai berikut: tes kecakapan intelektual, keruangan dan mekanikal, pengamatan/perceptual accuracy, gerak/motor ability.
2. Tes kepribadian objektif, merupakan ukuran-ukuran dari ciri-ciri kepribadian yang mempunyai bentuk yang berstruktur. Tidak ada jawaban yang salah atau benar, individu sendiri menetapkan jawaban mana yang paling sesuai dengan dirinya. Dengan kata lain individu menguraikan kepribadiannya sendiri sesuai dengan dimensi-dimensi yang diukur oleh tes. Tes kepribadian objektif dapat dibedakan ke dalam tes-tes kepribadian dan tes-tes minat kejuruan (vocational interest).
3. Tes Kerpibadian projektif, merupakan ukuran-ukuran dari ciri-ciri kepribadian yang bentuknya tidak berstruktur. Individu harus memberikan jawaban-jawabannya terhadap rangsang-rangsang yang ambiguous. Jawaban-jawabannya ini akan memperlihatkan secara lebih lengkap dinamika kepribadiannya. Meskipun tes-tes projektif banyak dipakai dalam seleksi, termasuk seleksi bagi manajer, kemanfaatannya untuk tujuan tersebut tidaklah ditemukan meyakinkan dan keabsahan ramalannya rendah.
4. Tes situasional, mengukur perilaku yang khas yang sangat jarang dipengaruhi oleh variabel-variabel lingkungan. Ada dua bentuk tes situasional, yaitu work sample test dan simulation test atau management games. Pada work sample, dari tugas-tugas yang harus dilakukan dalam pekerjaan (yang lebih bercorak manual, seperti montir mobil) diambil kegiatan-kegiatan inti sebagai contoh/sample yang kemudian dijadikan bahan dari tes. Pada tes simulasi atau games, tugas-tugas utama seorang manager, seperti memecahkan masalah dan mengambil keputusan, mempresentasikan hasil kerja, mewawancarai pegawai bermasalah, dan membahas masalah dengan rekan-rekan, dijadikan bahan tes. Tes simulasi ini merupakan tes yang dirasakan dekat dengan kenyataan. Tes-tes macam ini banyak dipakai dalam Assessment Centre (suatu cara untuk mengidentifikasi dan menilai para manajer dalam suatu perusahaan)
5. Informasi lewat biografi, pertanyaan-pertanyaan dari daftar pertanyaan biografi ini merupakan pertanyaan-pertanyaan tentang ciri-ciri objektif dari latar belakang sekolahnya, pekerjaan dan pribadinya.
Unsur-unsur dari perilaku seseorang pada masa lampau, misalnya aktivitas-aktivitas pada waktu di SLA, keberhasilan dan kegagalan yang lampau, dijadikan item tersendiri untuk dibandingkan dengan kelompok-kelompok perilaku pekerjaan. Dengan demikian daftar pertanyaan biografi dapat diskor dan dijadikan peramal (predictor).
6. Wawancara, wawancara merupakan salah satu teknik seleksi, data tentang diri calon tenaga kerja dikumpulkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara lisan. Sebagaimana data yang dikumpulkan melalui biografi, maka data yang dikumpulkan melalui wawancara untuk tujuan seleksi tenaga kerja didasarkan pada asumsi bahwa perilaku di masa lalu dapat digunakan sebagai pedoman untuk meramalkan perilaku di masa depan. Misalnya, seorang yang menunjukkan prakarsa dalam pekerjaannya sebelum melamar untuk pekerjaannya sekarang, diharapkan akan menunjukkan prakarsa juga pada pekerjaannya kelak jika ia diterima. Karena itu banyak data yang dikumpulkan tentang perilaku calon sewaktu masa pendidikannya, pengalaman dipekerjaan-pekerjaan sebelumnya, dan disituasi-situasi lainnya.
Melalui teknik wawancara berstruktur, dapat dikumpulkan data tentang perilaku calon di masa kini, yang merupakan dasar untuk meramalkan perilaku calon dimasa depan.



WAWANCARA

Tujuan :
a) Mendapatkan informasi
b) Cek data
c) Memberikan informasi
d) Meyakinkan
e) Memberikan kesan
f) Mengambil keputusan

Tahap proses wawancara :
a) Perkenalan dan penilaian pertama
b) Meyakinkan pelamar
c) Membangkitkan minat
d) Evaluasi mendalam dan penilaian akhir
e) Kesimpulan dan tindak lanjut

Teknik wawancara yang digunakan dalam prosedur seleksi tenaga kerja oleh Miner(1992) dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:

Jenis wawancara :
a) Wawancara berstruktur: berdasarkan ciri-ciri pribadi, juga disebut dimensi-dimensi, yang diperlukan untuk dapat berprestasi baik dalam pekerjaan tertentu (ditetapkan melalui proses analisis jabatan), disusunlah pertanyaan-pertanyaan khusus yang akan memancing jawaban-jawaban yang berkaitan dengan ciri-ciri pribadi tersebut. Dari data yang terkumpul dinilai sejauh mana seorang calon tenaga kerja memiliki ciri pribadi tertentu.
Salah satu wawancara berstruktur yang digunakan dalam metode assessment centre adalah focused interview. Pada teknik wawancara ini, ciri-ciri kepribadian/dimensi-dimensi yang diperlukan pada pekerjaan tertentu diungkapkan ke dalam uraian-uraian perilaku yang dapat diamati. Misalnya: salah satu ciri kepribadian yang diperlukan adalah keuletan. Ciri ini perlu dijabarkan lebih lanjut, lebih khusus misalnya berupaya menawarkan barang untuk dibeli kepada seorang calon pembeli berkali-kali, dengan berbagai cara, sehingga akhirnya barangnya dibeli juga. Dengan uraian dari ciri kepribadian yang diperlukan ini dapat disusun pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengumpulkan data sehingga dapat dinilai sejauh mana calon memiliki ciri tersebut.
b) Wawancara non directive, yang berasal dan digunakan dalam psikoterapi dan konseling. Orang yang diwawancarai diberi kebebasan untuk menetapkan topik yang ingin dibicarakan dan mengutarakan isi hatinya. Tugas pewawancara ialah merefleksikan perasaan-perasaan dari orang yang diwawancarai dan merumuskan kembali atau mengulangi pernyataan atau kata-kata kunci. Dengan demikian ia akan mendapatkan banyak informasi dari yang bersangkutan tentang reaksi-reaksi emosi, sikap dan pandangan-pandangannya dalam kaitannya dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, kehidupan keluarganya, dan hubungan interpersonalnya. Namun, banyak data yang mungkin tidak ada hubungannya yang jelas dengan ciri-ciri pribadi yang diperlukan pekerjaan, sehingga tidak dapat digunakan untuk membuat keputusan diterima tidaknya seorang calon. Oleh karena itu, sebaiknya juga digunakan teknik yang mengarah/directive interview.
c) Wawancara ganda, menggunakan beberapa pewawancara untuk mewawacarai satu calon. Dapat terjadi calon diwawancarai oleh beberapa pewawancara berturut-turut atau calon diwawancarai oleh satu panel, satu kelompok pewawancara. Di mana setiap pewawancara dapat secara bergantian mengajukan pertanyaan-pertanyaannya. Pada wawancara ini dapat digunakan wawancara berstruktur. Berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan maka setiap pewawancara dapat memberikan penilaiannya. Selain nilai keabsahannya, korelasi antar pewawancara juga cukup tinggi.



Kelemahan wawancara
1. Leading question, terjadi karena pewawancara menanyakan pertanyaaan yang bersifat tertutup, sehingga pelamar cenderung memberikan jawaban sesuai dengan yang diinginkan pewawancara
2. Personal biases, terjadi karena pewawancara memiliki prasangka tertentu.
 Subjective
 Halo effect
3. Interviewer domination

Wawancara yang efektif
1. Interviewer harus aktif mendengarkan
2. Menggunakan lebih dari satu format interview
3. Tidak memberikan evaluasi terhadap kesan pertama
4. Interviewer berpedoman pada job requirement atau job specification
5. Interviewer memahami body language

Interview oleh supervisor.
Tanggung jawab terhadap kesuksesan pegawai baru berada pada supervisor langsung, oleh karena itu supervisor sering menguji kemampuan teknis pelamar. Supervisor juga lebih mampu untuk menjawab pertanyaan interviewee yang berhubungan dengan pekerjaan secara tepat. Berdasarkan sebuah peneliltian di Amerika, 75 % dari perusahaan yang diteliti menunjukkan supervisor memiliki otoritas untuk membuat keputusan penerimaan pegawai. Dengan melibatkan supervisor, komitmen mereka terhadap perusahaan akan meningkat.
Gambaran pekerjaan yang realistik merupakan salah satu hal yang dibicarakan pada interview yang dilakukan oleh supervisor. Gambaran pekerjaan dapat memberikan informasi kepada pegawai mengenai pekerjaan dan kondisi pekerjaan sebelum membuat keputusan untuk menerima pekerjaan. Dengan demikian kekecewaan akibat tidak sesuainya pekerjaan dengan harapan pelamar dapat dihindarkan dan dapat menurunkan angka turnover pegawai.

Keputusan penerimaan
Proses seleksi berakhir dengan adanyta keputusan penerimaan pegawai, di mana asumsi pelamar menerima tawaran pekerjaan. Untuk menjaga hubungan baik dengan masyarakat, perusahaan sebaiknya mengirim surat pemberitahuan kepada pelamar yang tidak terpilih. Sebaiknya data pelamar yang yidak terpilih tetap disimpan, untuk dipertimbangkan pada posisi lain karena pelamar trsebut telah melalui rangkaian seleksi. Jika posisi yang tepat atau ssuai belum ada, penyimpanan file akan berguna untuk mempertahankan perusahaan dari tuduhan diskriminasi. Menyimpan data pelamar juga bermanfaat untuk menelusuri kekeliruan yang terdapat dalam proses selksi jika trdapat ketidak puasan terhadap hasil seleksi.


ASSESSMENT CENTRE
Kajian dari Bell System’s management Progress pada American Telephone & Telegraph Company (A.T. & T.), merupakan penerapan pertama yang diketahui dari metode assessment centre pada perusahan (Crooks, 1973). Sebelumnya metode ini diterapkan dalam rangka ketentaraan dan akademi (Bray, Grant, 1966).
Metode Assessment Centre merupakan prosedur yang komprehensif dan baku di mana banyak teknik-teknik asesmen digunakan dalam kombinasi untuk menilai orang-orang dengan berbagai tujuan. Metode ini pada awalnya dilaksanakan dengan dasar penuh waktu (full time) di satu lokasi khusus. Sekarang istilah assessment centre digunakan untuk menguraikan satu situasi di mana metodologi assessment yang sama digunakan tanpa memperhatikan derajat pelaksanaan atau lokasi dari proses (Bender, 1973)
Pembahasan mengenai pengertian Assessment Center and Development Center dimulai dari memahami apakah yang disebut sebagai Assessment Center dan Development Center. Pembicaraan ini melibatkan suatu pengertian tentang beberapa tahapan kunci yang dilakukan dalam pendekatan multiple method process. Secara garis besar dalam tulisan ini akan dibicarakan mengenai aspek-aspek dasar yang dilakukan dalam suatu pendekatan Assessment Center dan Development Centre.
Assessment Centre & Development Centre merupakan suatu proses penilaian (rating) yang dinilai sophisticated dimana dalam desainnya diarahkan sedemikian rupa sehingga kita dapat meminimalisasikan timbulnya penyimpangan (bias) yang sangat mungkin terjadi, sehingga dapat dipastikan behwa peserta yang terlibat dalam proses penilaian tersebut memperoleh suatu kesempatan yang sama untuk memunculkan potensinya maupun kendalanya dalam berbagai metode yang sudah terstandarisasi.

Apakah Assessment / Development Center itu ?
Memang tidaklah mudah untuk bisa mendefinisikan Assessment Center atau development center, manakala kita memahami betapa luas pengertian yang ada dan tergantung dalam tujuan apakah kita manfaatkan pendekatan tersebut. Tetapi bagaimanapun juga ada beberapa petunjuk yang menyatakan bahwa Assessment Center atau Development Center tersebut merupakan suatu pendekatan yang melibatkan proses penilaian yang sudah terstandarisasikan sedemikian rupa yang didasari pada suatu acuan-acuan perilaku dan menggunakan beberapa metode (multiple inputs). Multiple disini dimaksudkan sebagai :
 Assessment dilakukan berdasarkan acuan atas sejumlah dimensi. Program tersebut mutlak dan jelas diarahkan berdasarkan sejumlah dimensi, kriteria ataupun competencies.
 Beberapa macam teknik serta metode assessment digunakan dalam program tersebut. Dengan metode yang cukup mendalam dan luas diharapkan dapat memastikan bahwa reliabilitas atas pengukuran sejumlah skills maupun atribut dapat diperoleh. Teknik-teknik yang dimaksudkan antara lain adalah: test, interview, kuesioner, dan simulasi perilaku.
 Sejumlah assessor harus terlibat dalam proses assessment tersebut. Keterlibatan ini dimaksudkan untuk menambah derajat objektivitas penilaian serta penyimpangan (bias). Assessor lazimnya kita harapkan sebagai seorang yang cukup profesional sebagai spesialis ataupun line manager lebih diharapkan memiliki profesi sebagai psikolog, yang tentunya sudah terlatih secara terarah.
 Ada sejumlah kandidat yang akan di-assess ataupun diobservasi terlibat dalam program tersebut. Hal ini untuk memastikan bahwa ada suatu mekanisme interaksi di antara kandidat tersebut yang tentunya akan diobservasi dan berdasarkan pula pertimbangan ekonomis.
 Informasi dan data-data yang diperoleh diintegrasikan sedemikian rupa sehingga disusun merupakan suatu hasil rekomendasi dan judgements dari program Assessment/Development Center. Informasi-informasi tersebut merupakan hasil observasi, test, maupun wawancara yang terdiri dari indikasi perilaku yang secara bersamaan perlu diintegrasikan dalam suatu sesi diantara assessor.

Manfaat dari Assessment Development Center
Program Assessment Center yang didasarkan pada pendekatan multiple merupakan suatu metode fleksible yang bisa diterapkan pada berbagai macam organisasi tergantung pada kebutuhannya.
 RECRUITMENT DAN PROMOSI : Baik kandidat yang kita peroleh dari sumber internal maupun eksternal, prosesnya dapat kita lakukan melalui metode Assessment Center sehingga kita memperoleh calon yang benar sesuai dan tepat dengan kebutuhan organisasi.
 EARLY IDENTIFICATION OF POTENTIAL
Beberapa aspek underlying factors yang dimiliki seseorang, bagi organisasi akan sangat membutuhkan untuk segera bisa mengamatinya, sehingga bakat ataupun potensi yang ada pada seseorang bisa diantisipasi dan dioptimalkan lebih dini. Seseorang yang dinilai sebagai high potential tentunya memerlukan suatu suasana yang tetap bisa memotivasi dirinya sehingga ia tetap bisa akan dioptimalkan dalam suatu organisasi.
 DIAGNOSE OF TRAINING AND DEVELOPMENT NEEDS
Assessment / Development Center juga memberikan kesempatan bagi seseorang untuk bisa diidentifikasikan akan kebutuhan pelatihan dan pengembangan bagi dirinya. Dengan demikian ia akan memperoleh suatu kesempatan dan mengetahui, untuk melakukan suatu pengembangan bagi aspek-aspek yang diamati musti perlu dikembangkan.
 ORGANIZATIONAL PLANNING
Assessment Center bisa juga dimanfaatkan untuk melakukan suatu proses identifikasi/diagnosa tentang aspek-aspek apakah yang ada dalam organisasi yang memang perlu dikembangkan, sehingga secara spesifik kita mampu melakukan suatu program pengembangan yang betul-betul dibutuhkan bagi organisasi. Secara makro hasil tersebut juga bisa dikaitkan dengan strategi bagi perencanaan SDM, di mana kita memiliki suatu data atau pool of talent dari sejumlah orang yang telah siap untuk menempati posisi-posisi kritis bagi kebutuhan organisasi masa depan.
 DEVELOPMENT
Development Center bisa kita manfaatkan hasilnya sebagai suatu alat untuk kebutuhan team building ataupun pengembangan beberapa aspek skill yang dikaitkan dengan kebutuhan organisasi masa depan. Pendekatan coaching dan counselling sebagai satu program dianjurkan untuk diberikan dalam melengkapi program Development Center tersebut.

Kapan Kita memanfaatkan Pendekatan Assessment/Development Center ?
Jawaban atas pertanyaan di atas akan tergantung dari tujuan dari program itu sendiri, sebagaimana sudah diutarakan sebelumnya. Assessment Center dan Development Center bisa dilihat sebagai suatu proses continum yang dipisahkan atas 2 ujung, yang satu (Assessment Center) adalah suatu program yang tidak lebih memberikan suatu diagnosa Ya atau Tidak. Sementara dalam Development Center lebih ditekankan seutuhnya untuk kepentingan proses pembelajaran dan pengembangan. Continum sebagaimana diutarakan di atas akan kita lihat dari Table of Continum Process dalam Tabel 3.2 dibawah ini.


DEVELOPMENT Development without assessment.
• Pendekatan diagnosis / identifikasi yang tidak menggunakan program Assessment Center.
• Tidak ada target sama sekali atas kebutuhan pelatihan atau pengembangan.

Development Center
• Tidak ada rarget / tujuan apapun dari organisasi dalam menggunakan metode ini.
• 100 % lebih ditujukan untuk program pengembangan.
• Penekanan pada pengembangan skill dan competencies.
• Memerlukan suatu elemen pembelajaran lebih lanjut.
• Feedback perlu diberikan selama proses pembelajaran, bukan diberikan setelah program tersebut dilakukan.
• Pendekatan coaching dan counselling.

Career Development and Assessment Center
 Memiliki target dalam hal tingkatan ( level ) dan terarah.
 Pengukuran yang menghasilkan kelemahan ( development needs ) maupun kekuatan ( strengths ) vs target yang sudah ditentukan.
 Tujuannya ( 75 % ) untuk kepentingan pengembangan.
 Feedback dan Counselling proses diberikan.

Assessment of Potential Assessment Center
 Mempunyai target ‘ higher levels ‘.
 Merupakan proses kalibrasi daripada sekedar pass / fail.
 50 % memiliki tujuan assessment / 50 % bertujuan development.
 Feedback diberikan secara menyeluruh.

Internal Selection / Promotion Assessment Center
• Mengukur secara spesifik target Job yang akan dinilai.
• Yes or No.
• Hanya beberapa aspek yang di feedback – kan.
• 75 % ditujukan untuk proses penilaian.

External Recruitment Assessment Center
• Seringkali proses yang dilakukan hanya 1 hari.
• Kandidat yang terlibat berasal dari luar.
• Yes / No decision dan Feedback tidak harus diberikan

Interviews / Ability Testing
• Lebih merupakan proses assessment yang dilakukan dengan
metode interview saja.
• Tidak ada feedback yang diberikan / Hasilnya Yes or No.

Penjelasan gambar :
Yang disebutkan sebagai murni development center, dimana 100 % memiliki tujuan semata-mata program pengembangan sampai saat ini relatif belum biasa dilakukan. Pada kebanyakan organisasi yang telah menerapkan multiple assessment programmers dimana salah satunya adalah bertujuan untuk pengembangan, dalam hal ini lebih tepat disebutkan bahwa mereka menerapkan program Career Development Center.

Tujuan assessment centre
Tujuan atau penggunaan dari assessment centre menurut Kraut (1976) sebagai berikut:
1. Seleksi dari tenaga kerja dengan kecakapan yang baik untuk dipromosikan pada kedudukan manajerial
2. Identifikasi dari tenaga kerja yang memiliki potensi manajemen pada permulaan dini dari karier mereka.
3. Penempatan dari para tenaga kerja ke dalam kedudukan-kedudukan yang akan menggunakan bakat-bakat mereka, dan untuk pengembangan para tenaga kerja selanjutnya.
4. Pengembangan pribadi agar membantu orang/tenaga kerja untuk mengenali kemampuan-kemampuan mereka dan untuk membantu mereka guna meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut.
Menurut de Wolff (1977), assessment centre tidak hanya digunakan untuk meng-assess manajer, tetapi digunakan pula untuk meng-assess sales engineers dan kelompok-kelompok minoritas. Assessment Centre selanjutnya juga digunakan untuk promosi-promosi segera dan juga untuk percepatan pengembangan manajer.



Proses Assessment Centre

Pada umumnya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Penemukenalan dimensi-dimensi atau kompetensi-kompetensi pekerjaan manajerial.
Sebagai langkah pertama pada proses assessment centre ditemukenali dulu dimensi-dimensi atau kompetensi apa saja yang diperlukan untuk jabatan manajerial tertentu, yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan bersama-sama dengan pimpinan assessment centre.

2. Pengembangan alat-alat penaksiran (assessment tools). Setelah disepakati dikembangkan alat-alat penaksiran, yang terdiri dari tes-tes situasional atau tes-tes simulasi dan teknik wawancara. Masing-masing alat taksir (termasuk wawancara) akan mengukur kelompok dimensi yang sama. Hasil untuk satu dimensi yang diukur oleh berbagai alat taksir diharapkan sama tingginya, sehingga keabsahan taksirannya tinggi (lihat Tabel 3.3).




Tabel 3.3 : Kaitan Dimensi-dimensi Perilaku dengan Metode dalam Assessment Centre.


Keterangan : L.G.D = Leaderless Group Discussion
G.D. ( roles ) = Group Discussion, setiap anggota kelompok
memainkan peran tertentu.

Sumber : Dr. Jac. N. Zaal, AC – Dutch, Paper presented at the confrence of
European Foundation of Management Development, November 1986,
Nuernberg.


3. Penetapan para calon manajer (assessees) untuk di-assess/taksir. Para calon biasanya ditentukan oleh managemen mereka masing-masing (de Wolff,1977). Dalam beberapa assessment centre, para assessees mengajukan dirinya sendiri untuk di-assess (Bender,1973). Jumlah calon manager yang ditaksir, pada umumnya hanya berjumlah enam orang.
4. Penetapan para penaksir/assessor.
Para penaksir, selain terdiri dari sarjana psikologi (yang berwenang untuk berpraktek) juga terdiri dari manajer-manajer senior dari perusahaan yang sama dengan perusahaan asal para calon/assessees, yang sudah lulus proses pelatihan untuk menjadi penaksir/assessor.
5. Pelaksanaan penaksiran/assessment
Orang-orang yang di-assess oleh para assessor, biasanya di-assess selama satu atau dua hari.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia yang melakukan assessment centre pada dasarnya berlangsung sebagai berikut : Hari pertama dimulai dengan pemberian penjelasan kepada para assessees, tentang maksud, tujuan dan proses penaksirannya. Diikuti dengan pemberian tes-tes simulasi, seperti in-basket exercise, diskusi kelompok, roleplay, management game, pemberian tes-tes psikologik dan wawancara. Bila hari pertama tidak selesai, dilanjutkan pada hari kedua. Di Indonesia, umumnya calon/menejer yang ditaksir, akan ditaksir oleh dua penaksir/ assessor. Ada juga perusahaan yang menyediakan penaksir untuk sejumlah orang yang ditaksir. Setiap penaksir menaksir semua calon dalam situasi ( pemberian alat ukur ) yang berbeda-beda.
6. Proses pembuatan laporan perorangan dari setiap assessee.
Selesai dengan penaksiran, para penaksir berkumpul dan membahas hasil-hasilnya. Setiap assessee dinilai oleh lebih dari satu assessor. Berdasarkan data yang diperoleh dari tes, latihan-latihan simulasi dan wawancara, setiap assessee dinilai oleh para assessor untuk dimensi-dimensi yang telah ditentukan sebelumnya untuk kemudian dibuat laporan dari setiap assessee. Laporan tersebut selain merupakan deskripsi dari competencies-nya, juga berisi saran-saran pengembangannya. Laporan diserahkan kepada perusahaan.
7. Pemberian umpan balik.
Hasil penaksiran diberikan sebagai umpan balik kepada manajer yang ditaksir, agar ia dapat terus mempertahankan dan meningkatkan kemampuan-kemampuannya. Umpan balik pada umumnya diberikan oleh penaksirnya, kadang kala oleh menejer atasannya.

Metode-metode atau Alat-alat Penaksiran/Assessment
Salah satu ciri dari assessment centre ialah digunakannya metode-metode assessment ganda. Selain tes-tes psikologik ( tes kecakapan mental, inventori kepribadian, dan sebagainya ), juga digunakan berbagai teknik simulasi seperti :

a. Management Business Game
Para assessee dibagi kedalam kelompok-kelompok kecil. Dalam satu kelompok, ada yang memainkan peran seorang menejer umum, menejer keuangan, menejer pemasaran, menejer produksi, dan menejer personalia. Mereka, dalam memimpin usaha mereka masing-masing, membuat perencanaan dan anggaran tahunan. Para kelompok assessee saling bersaing. Setiap catur-wulan, setiap kelompok mendapat hasil dari kegiatan mereka selama catur-wulan itu. Berapa yang diproduksi, berapa yang terjual, dan berapa keuntungan/kerugian. Berdasarkan hasil-hasil tersebut setiap kelompok membuat, menyesuaikan anggaran dan perencanaannya. Catur-wulan berikutnya, mereka mendapatkan hasil-hasilnya lagi (hasil-hasil dari kelompok dihitung oleh ‘panitia‘ assessor. Demikian selanjutnya sampai berjalan ‘beberapa tahun‘. Dalam praktek assessment center kenyataannya satu atau dua hari.
b. Leaderless Group Discussion dan Role Play
Para assessee dibagi kedalam kelompok 6 orang. Setiap kelompok mendapat satu masalah untuk didiskusikan, tanpa ditetapkan adanya satu pemimpin diskusi. Masalah dan data yang diperlukan diberikan kepada mereka untuk dipelajari oleh masing-masing secara tersendiri (kira-kira setengah jam). Kemudian diskusi kelompok dimulai, lama waktu satu jam.
c. In-basket Exercises
Kepada setiap assessee/peserta, yang berperan sebagai seorang manajer dari satu perusahaan, diberi satu tumpukan/basket/kotak surat masuk, yang berisi berbagai masalah dan data. Ada yang penting, ada yang tidak penting, ada yang relevan dan ada yang tidak relevan. Berdasarkan surat-surat masuk tersebut assessee bertugas menyelesaikan masalah-masalah yang dapat ia tangkap dengan hanya menggunakan data yang terdapat dalam surat-surat masuk tersebut, dalam waktu satu jam.
d. Menulis Laporan dan Penyajian Lisan dari Laporan
Berdasarkan data (produksi, keuangan, pemasaran, personalia) setiap assessee diminta menulis laporan (satu jam) yang kemudian harus disampaikan secara lisan kepada direksi. Kepada assessee diberi kesempatan untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan disajikan. Penyajiannya setengah jam.
e. Wawancara
Di samping itu semua, setiap assessee juga diwawancara (wawancara mendalam atau wawancara terfokus).

Dimensi-dimensi ( Parameters ) yang Dinilai
Bender (1973) dalam kajiannya tentang beroperasinya Assessment centre di duapuluh sembilan perusahaan dan empat badan pemerintahan menemukan satu keragaman yang besar dari parameter-parameter yang dinilai, yang paling sering dapat diamati selama beroperasinya assessment centre. Ia menemukan sejumlah 66 parameter/dimensi yang dinilai. Berikut ini dimensi-dimensi yang diamati pada 50 % atau lebih dari assessment centre; Dampak (impact), tenaga (energy), forcefulness, pengamatan, kreativitas, pendelegasian, analisis masalah, kepemimpinan, keterampilan komunikasi oral, keterampilan penyajian oral, keterampilan komunikasi tulisan, kemampuan mengorganisasi dan merencana, keterampilan pengambilan keputusan, daya tahan stres, dan kelenturan perilaku.
Dimensi-dimensi ditetapkan melalui proses ‘analisis kemampuan‘ (competence analysis) dari jabatan-jabatan manajerial. Setiap kompetensi/ kemampuan dapat ditemukan di setiap jabatan manajerial dalam derajat tertentu. Kompetensi (dimensi) diuraikan ke dalam bentuk kelompok perilaku tertentu, disertai penjabaran dalam bentuk-bentuk perilaku yang khusus, Misalnya :
“ Membuat rencana (planning) dan mengorganisasi (organizing); Kemampuan untuk menyusun rencana kegiatan (action plan) yang cocok bagi diri sendiri dan/atau untuk orang lain dengan cara yang efisien, agar dapat mencapai tujuan khusus tertentu, dengan peman-faatkan dari waktu yang dialokasikan, tenaga kerja, dan bahan bahan meterial yang tersedia secara efektif.”

Dimensi ini kemudian dirinci lebih lanjut ke dalam skala perilaku yang menggambarkan dimilikinya kemampuan dimensi itu dengan baik sampai perilaku yang menggambarkan kemampuan tersebut yang masih kurang. Misalnya : yang mendapat nilai tertinggi: 7.
“ Memperlihatkan kemajuan yang teratur dalam melaksanakan satu tugas, dimana kegiatan-kegiatan bersinambung secara tepat. Pemilihan prioritas tepat, disertaai penjadwalan waktu realitas, jawaban-jawaban memperlihatkan arah dan perencanaan yang jelas dalam mereorganisasi bagian.”

Perilaku yang mendapat nilai rendah: 1 dalam contoh ini ialah:
“ Dalam pemaparan sering tidak ada arah dan keteraturan. Meloncat dari satu gagasan ke gagasan lain. Pemikiran dan kegiatan tidak diorganisasi dengan baik. Terjerat dengan detil-detil yang tidak penting.
Tidak disadari adanya batas waktu dan prioritas.”

(Sumber: Dr J.N. Zaal; Assessment Centre; Top-Functies 1986. Eindverslag. Centrum voor Management Assessment, Rijks Psychologische Dienst).

Staf/Tenaga Ahli dari Assessment Centre
Pusat pengembangan yang menerapkan metode Assessment centre dipimpin oleh seorang direktur, dapat pula seorang psikolog industri dan organisasi, yang bekerja secara penuh waktu atau paruh waktu (Bender, 1973). Para assessor terdiri dari para psikolog (sarjana psikologi yang berwenang untuk praktek) dan para manajer senior dari perusahaan, yang ditugasi bekerja di assessment centre untuk waktu tertentu. Bender dalam kajiannya di atas menemukan adanya tiga sampai duapuluh empat assessors yang bekerja dalam satu assessment centre, Kebanyakan dari para assessor, yang berstatus manajer, menduduki posisi jabatan manajemen yang terletak dua tingkat di atas mereka yang di-assess. Para menejer senior ini, sebelum menjadi assessor dilatih dulu secara khusus. Pelatihannya bervariasi dari lima jam sampai lima belas hari untuk satu assessor. Pelatihan satu hari tampaknya lebih efektif daripada pelatihan selama beberapa jam. Hinrichs & Haanpera (1976) menemukan bahwa proses pelatihan pengamat selama satu hari penuh memiliki keandalan ciri (charateristic reliability) setinggi 0,86, sedangkan pelatihan selama tiga jam mencapai keandalan yang paling tinggi hanya 0,55.



Keabsahan Metode Assessment Centre
Banyak yang telah mengkaji keabsahan dari metode assessment centre. Dari kajian-kajian tersebut, kajian Management Progress’ yang dilakukan pada AT &T Oleh Bray dan rekan-rekannya adalah yang paling dikenal baik dan paling baik didokumentasi. Mereka meng-assess 169 manajer tingkat pertama sejak tahun 1957 sampai 1960. Menggunakan psikolog bukan dari perusahaan (AT&T), menyimpan datanya, dan dalam tahun 1966 mereka mengecek kecermatan dari prediksi/ramalan-ramalan mereka tentang siapa yang akan mencapai tingkat manajemen madya. Dari 55 orang yang mencapai manajemen madya, 43 (78 %) diramalkan tepat oleh para assessor. Sebaiknya, dari 73 orang yang tidak maju melampaui bahwa 69 (95 %) tidak akan mencapai manajemen madya dalam 10 tahun ( Bray & Grant, 1966 ).
Kraut (1976) bersama dengan Grant Scott menemukan dalam kajian mereka dari beberapa ratus sales representatives peralatan kantor yang mengikuti satu proses assessment centre, bahwa assessees yang dinilai tinggi memiliki tiga kali lebih besar kemungkinan untuk dipromosikan ke manajemen tingkat yang lebih tinggi daripada para assessees yang dinilai rendah, dalam beberapa tahun kemudian.
Fletcher (1991) melakukan satu studi longitudinal (jangka panjang) tentang akibat-akibat sebagai pengaruh dari keikutsertaan dengan assessment centre dan dari keputusan penaksiran terhadap para calon. Kuesioner yang mengukur kebutuhan akan capaian (need for achievement), keikatan organisasi
(organizational commitment), keterlibatan pekerjaan (job involvement), dan kesejahteraan psikologik (psychological well-being) diberikan pada saat yang tepat sebelum dimulai, pada saat segera sesudah, dan pada saat enam bulan sebelum dimulai, pada assessment centre untuk menemukenali potensi manajemen. Temuan-temuan menunjukkan bahwa penghayatan mengikuti pusat penaksiran mempunyai dampak pada para calon, namun ada beberapa unsur yang berkurang/menghilang dengan jalannya waktu.
Keputusan penaksiran juga mempunyai dampak yang bermakna (significant). Pada calon-calon yang tidak berhasil, skor untuk self-esteem menurun, demikian juga skor untuk beberapa aspek dari kebutuhan untuk mencapai sesuatu. Dari temuan-temuannya, Fletcher berkesimpulan, untuk para calon yang tidak berhasil dalam assessment centre, bahwa bagi mereka perlu diberi umpan balik yang sangat hati-hati, dengan memberikan penyuluhan yang menunjang di luar diskusi sederhana tentang unjuk kerjanya di assessment centre.
Berdasarkan penelitian tentang keabsahan peramalan dari hasil-hasil metode assessment centre yang dilakukan oleh Thornton & Byham (1982) ternyata bahwa kebanyakan dari calon yang berdasarkan metode assessment centre dipandang tepat untuk jabatan manajemen setelah kurun waktu tertentu betul-betul menempati jabatan-jabatan tersebut.
Kleinmann, Kuptsch, Koeller (1996) menguji apakah keabsahan konstruk dari assessment centres dan untuk kerja yang diamati dari para calon dipengaruhi oleh apakah dimensi-dimensi yang diperlukan diberitahukan kepada mereka atau tidak. Dari jumlah 119 peserta assessment centre, 59 peserta tidak diberitahukan tentang dimensi-dimensi yang akan diukur, sedangkan kepada 60 peserta lainnya dimensi-dimensi tersebut diberitahukan kepada mereka sebelum penaksiran dimulai. Temuan menunjukkan bahwa keabsahan konstruk lebih tinggi jika para peserta tahu tentang dimensi-dimensi yang akan diukur dan perilaku yang berkaitan dengan dimensi-dimensi tersebut. Salah satu temuan studi ini ialah bahwa dengan diketahuinya dimensi dan perilaku yang akan dinilai para peserta dapat mengusahakan untuk menunjukkan perilaku tepat yang baik sehingga memperoleh penilaian yang baik. Namun menurut Kleinmann dkk., orang tidak dapat menunjukkan perilaku tepat dengan sangat baik jika ia memang terbatas kemampuannya. Bagaimanapun Kleinmann dkk., tidak begitu saja menyarankan agar pada pelaksanaan assessment centre, para peserta/ calon diberitahukan tentang dimensi-dimensi dengan perilaku masing-masing yang akan di-assess, karena belum jelas apakah dengan demikian keabsahan ramalan dari pusat penaksiran akan meningkat atau tidak.

Tabel 3.4 : Angka-angka keabsahan dari Ramalan Penaksiran


















PENEMPATAN

Pengertian:
Werther & Davis (1996:261):
Penempatan merupakan penugasan pegawai baru atau menugaskan kembali seorang pegawai lama untuk memegang suatu jabatan yang baru.

Pada saat seleksi, seseorang diterima karena diperkirakan dapat memperlihatkan tampilan kerja yang lebih baik daripada orang yang ditolak. Pada saat penempatan, seseorang diperkirakan dapat memperlihatkan tampilan kerja yang lebih baik untuk suatu jabatan daripada untuk jabatan yang lainnya.

Pada one-shot selection and placement program, para pelamar diseleksi untuk mengisi jabatan tertentu. Mereka tidak dipertimbangkan untuk jabatan lainnya di mana bakat mereka lebih dapat dimanfaatkan.

Proses penempatan yang optimal akan terjadi bila didukung oleh 2 faktor, yaitu jumlah posisi yang tersedia dan jumlah pelamar yang tersedia untuk mengisi posisi tersebut.

Orientation
Werther & Davis (1996:253), ketika proses seleksi telah berakhir, maka manajer dan HRD membantu pegawai yang baru diterima untuk menyesuaikan dan merasa nyaman di perusahaan. Oleh karena itu dilakukan program orientasi, yang membantu pegawai baru untuk terbiasa dengan perannya, perusahaan dan kebijaksanaannya, serta pegawai yang lain.
HRD dapat mengurangi angka turnover dengan menggunakan orientasi untuk membantu pegawai memenuhi tujuan pribadinya. Ketika hal itu terjadi kedua belah pihak, pegawai dan perusahaan memperoleh keuntungan.

Topik yang biasanya tercakup dalam program orientasi adalah sebagai berikut:
1. Organizational Issues: seperti sejarah perusahaan, struktur organisasi, nama dan jabatan para pimpinan, departemen-departemen yang terdapat dalam perusahaan, kondisi fisik perusahaan, produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan, kebijaksanaan dan peraturan perusahaan dll.
2. Employee Benefits : seperti gaji, hari libur, jam istirahat, pelatihan dan pendidikan yang dapat diperoleh, konseling, asuransi, pensiun, pelayanan yang disediakan perusahaan untuk pegawai dll
3. Introduction: perkenalan dengan supervisor, trainer, rekan kerja, konselor untuk pegawai dll
4. Job Duties: seperti tempat kerja, tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya, tujuan tugas, hubungan dengan jabatan lain, dan lain-lain.

Jenis-jenis penempatan

Promotion
Werther & Davis (1996:261), promosi terjadi ketika pegawai dipindahkan dari suatu jabatan ke posisi lain yang lebih tinggi dalam hal gaji, tangung jawab dan /atau tingkat jabatan di perusahaan. Promosi dapat dilakukan atas dasar:
a. Seniority-based promotion: terjadi ketika pegawai yang senior, yaitu yang mempunyai masa kerja yang paling lama lah yang akan dipromosikan. Keunggulan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini bersifat objektif. Pendekatan ini juga mengurangi bias dalam promosi dan menuntut manajemen utnuk mengembangkan pegawai seniornya karena merekalah yang akan dipromosikan secara adil. Kekurangan pendekatan ini adalah bahwa tidak semua pegawai memiliki kemampuan yang sama. Kebanyakan ahli SDM turut prihatin bila promosi hanya sekedar didasarkan pada senioritas karena tidak semua pegawai mempunyai kemampuan untuk dipromosikan.
b. Merit-based promotion: terjadi ketika pegawai dipromosikan karena tampilan kerjanya yang baik di jabatannya saat ini. Masalah yang dihadapi bila memakai kriteria ini adalah apakah pembuat keputusan dapat membedakan secara objektif antara pegawai yang tampilan kerjanya baik dan yang tampilan kerjanya buruk. Pegawai yang tampilan kerjanya baik di suatu jabatan belum tentu menjamin tampilan kerja yang baik pula di jabatan yang lainnya. Selain itu sistem ini juga memiliki kekurangan yang dikenal dengan Peter Principle yang menyatakan bahwa penampilan kerja yang baik pada pekerjaan tertentu tidak menjamin penampilan yang baik pada pekerjaan yang berbeda.

Transfer:
Terjadi ketika pegawai dipindahkan dari suatu jabatan ke posisi yang relatif sama dalam hal gaji, tanggung jawab dan atau tingkat jabatan di perusahaan. Transfer bermanfaat bagi pegawai untuk mempelajari keterampilan baru dan perspektif baru. Hal ini mendorong pegawai tersebut untuk menunjukkan tampilan kerja yang lebih baik dan menjadikannya sebagai calon yang lebih baik untuk dipromosikan di masa yang akan datang. Selain itu transfer juga meningkatkan motivasi, kepuasan dan variasi kerja.

Demosi :
Pegawai dipindahkan dari suatu jabatan ke posisi yang lebih rendah dalam hal gaji, tanggung jawab dan atau tingkat jabatan di perusahaan. Demosi biasanya berhubungan dengan pelanggaran disiplin, tampilan kerja yang kurang baik atau karena tingkah laku yang tidak sesuai seperti jumlah absen yang berlebihan. Demosi dapat menyebabkan pegawai mengalami penurunan motivasi atau bahkan menampilkan sikap antagonis yang ditunjukkan secara terbuka kepada pihak yang bertanggung jawab atas keputusan demosi.

Separation
Werther & Davis (1996:264), separasi merupakan keputusan yang memisahkan antara individu/pegawai dan perusahaan/organisasi. Keputusan ini dapat berasal dari pegawai maupun perusahaan.
Ada beberapa macam separasi yaitu:
a. Temporary Leaves of absence (cuti): pegawai dapat meninggalkan pekerjaan untuk sementara waktu, karena alasan kesehatan, keluarga, pendidikan, rekreasi atau alasan lainnya.
b. Attrition: merupakan pemisahan yang normal, inisiatifnya datang dari pegawai sendiri, bukan perusahaan seperti pengunduran diri, pensiun dan kematian. Atrisi merupakan cara yang lambat untuk mengurangi pegawai, namun cara ini paling sedikit menibulkan masalah. Apabila terdapat indikasi bahwa ada kelebihan pegawai maka pengelola SDM dapat merekomendasikan employment freeze, yaitu pembatasan penerimaan pegawai pada waktu yang akan datang. Dengan demikian lama kelamaan jumlah pegawai akan turun sejalan dengan pengunduran diri secara sukarela. Bentuk atrisi khusus yang dapat dikendalikan oleh departemen SDM adalah pensiun dini. Rencana pensiun dini mendorong pekerja yag memiliki masa kerja lama untuk pensiun lebih awal. Pensiun dini dapat membuka peluang untuk promosi bagi pegawai yang lebih muda.
c. Layoffs: merupakan pemisahan antara pegawai dan perusahaan karena alasan ekonomi atau bisnis. Pemisahan ini hanya berlangsung beberapa minggu/bulan apabila dimaksudkan untuk beradaptasi dengan level inventory atau memberi kesempatan pada perusahaan untuk memperbaiki peralatan dalam rangka mempersiapkan diri untuk menghadapi produk baru. Tetapi jika disebabkan oleh restrukturisasi, seperti downsizing atau merger, maka layoff dapat berubah menjadi permanen.
d. Termination: merupakan pemisahan antara pegawai dengan perusahaan secara permanen karena berbagai alasan. Apabila pegawai dipecat karena alasan bisnis atau ekonomi biasanya disebut layoff. Apabila perusahaan memutuskan hubungan tanpa memiliki rencana untuk mempekerjakan mereka kembali bila hal ini terjadi maka dilakukanlah terminasi. Pegawai yang berhenti untuk selamanya biasanya memperoleh uang pesangon. Beberapa perusahaan hanya memberi uang pesangon pada pegawai yang mengundurkan diri secara sukarela dan pegawai yang telah menunjukkan tampilan kerja yang memuaskan.