PENILAIAN HASIL KERJA
Kegiatan PA tidak terlepas dengan prestasi kerja dan tampilan kerja seseorang yang telah dicapainya dalam kurun waktu tertentu. Seorang pekerja menunjukkan tampilan kerjanya berdasarkan hasil interaksi antara individu dan organisasi di mana ia berada (lingkungan kerja) yang dapat diartikan sebagai tingkah laku yang diarahkan untuk menyelesaikan tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai, antara lain, jumlah produk yang dihasilkan, dapat mengatasi konflik dengan teman sekerja, dapat melaksanakan pekerjaan dalam batas waktu tertentu (Campbel & Pritchard, 1964).
Prestasi/hasil kerja merupakan hasil dari suatu kegiatan atau tingkah laku atau tampilan kerja yang selalu dihubungkan dengan pencapaian sasaran/tujuan yang harus memenuhi standar mutu. Hasil kerja ini biasanya digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan atau keefektifan seorang pekerja dan dapat digunakan sebagai umpan balik bagi perusahaan dan pekerja itu sendiri. Dari hasil kerja yang dicapai, perusahaan dapat mengadakan program pemberian imbalan dan hukuman yang sesuai untuk memacu tampilan kerja seseorang. Bagi pekerja yang memiliki motif prestasi yang tinggi, hasil kerja digunakan sebagai standar untuk peningkatan tampilan kerjanya.
Pengertian hasil kerja sering dikaitkan dengan job performance. Job performance merupakan sejumlah keberhasilan yang dapat diraih dalam melaksanakan suatu pekerjaannya. Untuk memahami dan meramalkan variasi yang terjadi dalam tingkah laku kerja dan hasil kerja perlu diperhatikan keberadaan motif, kemampuan dan upaya yang dimiliki para pekerja (Ivancevich, dkk, 1977). Kombinasi antara kemampuan dan upaya/usaha seseorang akan menghasilkan tingkah laku tertentu yang khusus yang kemudian akan menentukan hasil kerjanya. Upaya/usaha merupakan sejumlah energi yang dikerahkan individu untuk tingkah laku tertentu. Tingkat upaya/usaha akan dipengaruhi oleh motif yang ada pada diri individu itu sendiri. Menurut Cummings & Schwab (1973), Porter & Lawler (1968), Vroom (1960), hasil kerja merupakan fungsi dari tiga peubah yang meliputi kemampuan, tingkat motivasi, sifat dan peranan persepsi (Steers & Porter, 1979).
Tingkat upaya/usaha yang dimiliki oleh seorang pekerja dalam melaksanakan tugasnya merupakan cerminan dari kuatnya motif seseorang. Seorang pekerja yang memiliki upaya/usaha yang kuat, maka hasilnya akan lebih baik jika dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkat usaha yang rendah. Faktor lain yang turut menentukan hasil kerja adalah kemampuan, yaitu potensi seorang pekerja untuk melaksanakan pekerjaan, baik kemampuan fisik mau pun mental. Peranan faktor persepsi akan terlihat dari bagaimana cara seorang pekerja dalam mengamati tingkah laku apa yang dituntut oleh pekerjaannya. Seorang pekerja akan lebih berhasil jika ia mengetahui secara tepat tingkah laku kerja yang bagaimana yang diperlukan dalam menghadapi pekerjaannya. Faktor lain yang dianggap turut mempengaruhi performance adalah faktor lingkungan (lokasi perusahaan, citra perusahaan, prestise perusahaan) dan sifat organisasi (kondisi kerja, kohesi kelompok, sistem imbalan, job design, kepemimpinan dan perubahan organisasi).
Untuk mengukur prestasi/hasil kerja dapat digunakan 3 cara, yaitu dapat diukur dari:
(1) Ukuran yang obyektif, yang merupakan ukuran dari output, jumlah unit yang dikerjakan, jumlah yang dapat dijual, jumlah keuntungan.
(2) Penaksiran terhadap keberhasilan pekerja oleh pekerja lain, atasan
langsung atau oleh manajernya.
(3) Penaksiran keberhasilan kerja oleh pekerja itu sendiri.
Untuk melakukan pengukuran ini harus diperhatikan mengenai jenis pekerjaan, Schultz (1973) membagi dua jenis, yaitu:
(1) Production job
Jenis pekerjaan yang menghasilkan keluaran tertentu yang secara kuantitatif dapat dibuat standar yang obyektif untuk melihat keberhasilan pelaksanaan kegiatan seorang pekerja. Penilaian untuk jenis pekerjaan ini selain dilihat dari segi kuantitasnya, juga segi kualitasnya. Beberapa contoh misalnya:
- kuantitas hasil kerja, yaitu jumlah unit yang dihasilkan dalam waktu tertentu
- kualitas hasil kerja, yaitu jumlah unit kesalahan yang dilakukan
- kecelakaan, yaitu berapa kali kecelakaan terjadi dan jenis atau tingkat kecelakaannya
- kemangkiran, yaitu berapa jumlah hari mangkir
(2) Non Production job
Hasil pekerjaan ditentukan secara kualitatif, penilaian berdasarkan human judgement atau pertimbangan subyektif, oleh karena itu harus diusahakan agar terdapat standar penilaian yang obyektif.
Selain itu, dalam membahas masalah performance perlu diketahui perbedaan antara potential performance dan actual performance.
(a) Potential performance, merupakan kekuatan atau upaya yang dimiliki pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya dan memperoleh hasil yang maksimal. Kekuatan atau upaya ini merupakan faktor 'dalam' yang menunjang keberhasilan kerja, seperti minat, motivasi, kemampuan, keterampilan.
(b) Actual performance, merupakan taraf hasil kerja nyata atau keluaran. Hal ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dalam lingkungan kerjanya.
PERFORMANCE APPRAISAL ( P A )
Suatu uraian yang sistematis mengenai kekuatan dan kelemahan individu atau kelompok yang berhubungan dengan tugas pekerjaan. (Cascio, 1991)
Suatu evaluasi yang sistematis mengenai pekerja yang dilakukan oleh atasannya langsung atau orang lain yang mengetahui prestasi kerjanya. (Tiffin & Mc. Cormick, 1962)
Penilaian formal dan sistematik mengenai bagaimana pegawai melaksanakan tugas atau pekerjaannya dihubungkan dengan standar yang telah ditentukan. (Gatewood & Field, 1990)
TUJUAN PA
A. Tujuan pengembangan diri
1. Meningkatkan hasil kerja pegawai dengan membantu menyadarkan agar menggunakan seluruh potensi yang dimiliki, memperbaiki dan mengembangkan kecakapan kerja pegawai melalui pemeriksaan secara periodik oleh atasannya
2. Memberikan informasi bagi pegawai dan para manajer yang berguna dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan kerja
3. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kekurangmampuan serta kelemahan pegawai, sehingga didapat bahan pertimbangan apakah pegawai yang bersangkutan perlu diikutsertakan dalam program pelatihan tertentu
4. Meningkatkan motivasi kerja pegawai, dengan tujuan merangsang prestasi kerja yang tinggi
B. Tujuan Administratif
1. Membantu pengambilan keputusan yang berhubungan dengan personel, seperti promosi bagi pegawai yang memiliki prestasi yang baik, transfer pegawai, PHK terhadap pegawai, pelatihan, disiplin pegawai, dan penyesuaian gaji pegawai.
2. Sebagai alat menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan
3. Sebagai kriteria seleksi dan penempatan pegawai.
4. Sebagai dasar menilai efisiensi produksi dari organisasi termasuk bagian-bagian di dalamnya.
5. Membantu mendiagnosa berbagai permasalahan di dalam perusahaan
SYARAT-SYARAT PA YANG EFEKTIF
1. Relevance
Ada kaitan yang jelas antara standar tampilan kerja dari suatu tugas dan tujuan organisasi, dan ada kaitan yang jelas antara elemen tugas dan dimensi-dimensi yang dinilai dalam lembaran penilaian
2. Sensitivity
Sistem penilaian yang digunakan dapat membedakan antara pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif
3. Reliability
Hasil penilaian yang diperoleh menunjukkan konsistensi yang tinggi
4. Acceptability
Jenis dan tingkat perilaku kerja yang dinilai dapat diterima oleh kedua belah pihak (atasan dan bawahan)
1. Practicality
Mudah dimengerti dan digunakan oleh manajer dan pegawai
SYARAT LEMBAR PA YANG BAIK
1. SIMPLICITY
Mudah dimengerti dan digunakan
2. RELEVANCE
Memberikan informasi tentang situasi tugas dan tanggung jawab
pekerjaan yang sebenarnya
3. DESCRIPTIVENESS
Memberikan kejelasan pengertian bagi setiap orang yang membacanya
4. ADAPTIBILITY
Memungkinkan manajer menggunakannya pada departemen dan fungsi yang berbeda, mengadapatasikannya kedalam situasi kebutuhan tertentu
5. COMPREHENSIVENESS
Mampu menggambarkan keseluruhan aspek pekerjaan pegawai secara lengkap
6. OBJECTIVITY
Kriteria yang didefinisikan mengukur faktor yang diinginkan dengan benar
METODA-METODA DALAM PA
1. NARRATIVE ESSAY
Penilai menuliskan kekuatan, kelemahan, potensi yang dimiliki pegawai dan juga memberikan saran-saran untuk meningkatkan kemampuan bawahannya. Pendekatan ini berasumsi bahwa penilai memiliki pengetahuan yang luas mengenai prestasi kerja pegawai.
Dengan bentuk essay, maka penilai dapat memberikan umpan balik secara rinci mengenai prestasi kerjanya, tetapi ia tidak dapat membuat perbandingan antar individu, antar kelompok, atau antar departemen. Hasil penilaian akan sulit digunakan untuk pengambilan keputusan personel, karena setiap pegawai tidak dapat secara obyektif dibandingkan dengan pegawai yang lain.
2. RANKING SYSTEM
Ranking yang sederhana hanya menuntut penilai membuat daftar atau peringkat pegawai dari yang berprestasi tinggi sampai yang paling buruk dalam suatu karakteristika khusus, atau dalam suatu kriteria efektivitas kerja secara umum
3. PAIRED COMPARISONS
Metoda ini lebih sistematis dalam hal mem-bandingkan antar pegawai.
Pada metoda ini semua pegawai dipasangkan/ dibandingkan dengan setiap pegawai yang lain. Penilai diminta untuk memilih yang terbaik dari tiap pasang, dan tiap peringkat (ranking) pegawai ditentukan oleh berapa kali dinilai baik.
PASANGAN PEGAWAI
TERBAIK
PERINGKAT
PEGAWAI
A B A 1 C
A C C 2 A
A D A 3 D
A E A 4 F
A F A 5 B
B C C 6 E
B D D
B E B
B F F
C D C
C E C
C F C
D E D
D F D
E F F
4. FORCED DISTRIBUTION
Pegawai dinilai atas dasar tampilan kerja secara keseluruhan, dan seluruh pegawai dikelompokkan ke dalam kategori-kategori berdasarkan persentase tertentu. Biasanya dengan jumlah pegawai atau bawahan yang banyak (di atas 10 orang)
Misalnya kategori Kurang (10%), Sedang (20%), Cukup (40%), Baik (20%), dan Amat Baik (10%). Penilai harus menempatkan pegawai-pegawainya ke dalam setiap kategori tersebut, tanpa memperhitungkan kemampuan apa yang dinilai.
5. BEHAVIORAL CHECKLIST
Penilai memiliki daftar pernyataan mengenai perilaku yang berhubungan dengan kerja, lalu penilai memberikan tanda V pada setiap pernyataan yang menggambarkan perilaku pegawai yang sedang dinilai.
Inisiatif
Penuh inisiatif, mencetuskan gagasan-gagasan baru dan melaksanakannya, selalu menunjukkan kemauan mempelajari hal-hal baru
Sering mencari tugas baru untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kerja, memiliki banyak gagasan, menunjukkan usaha untuk mempelajari hal-hal baru
Mau mencari dan melaksanakan pekerjaan tanpa harus diperintah, sepanjang terkait dengan peker-jaan yang memang menjadi tanggung-jawabnya, mau menerima hal-hal baru
Jarang menunjukkan inisiatif di bidang pekerjaan, mengerjakan pekerjaan yang sifatnya rutin
Membutuhkan dorongan dan selalu menunggu perintah dalam melaksanakan pekerjaannya
Motivasi dan kemauan untuk berprestasi
Berusaha untuk mencapai hasil kerja yang diha-rapkan dan mau mengem-bangkan standar kerja dan menjadi yang terbaik di ling-kungan kerjanya
Berusaha untuk mencapai hasil kerja yang diharapkan dan berupaya meng-hindari kegagalan & berusaha mem-perbaiki kesalahan
Berusaha untuk mencapai hasil kerja yang diharapakan
Bekerja sesuai dengan yang diperintahkan tanpa menetapkan standar kerja
yang diharapkan
Bekerja dengan apa adanya
6. CRITICAL INCIDENTS
Penilai diminta melihat dan menilai kejadian-kejadian yang menunjukkan perilaku kerja (pada keadaan/peristiwa tertentu) dari para pegawainya, apakah termasuk berhasil atau gagal.
Sebelumnya penilai menyusun faktor-faktor yang menunjukkan kriteria keberhasilan dan kegagalan. Dengan demikian penilai dapat mencocokkan penilaiannya terhadap tampilan kerja pegawai dengan kriteria tersebut.
7. GRAPHIC RATING SCALE
Penilaiannya digambarkan dalam suatu garis skala penilaian (yang tediri dari beberapa faktor yang dinilai), dan tiap skala memiliki bobot penilaian tertentu. Dengan menggunakan metoda ini penilai dapat membandingkan antara pegawai yang satu dengan yang lain.
Contoh :
Bobot 1 : S k a l a
Kehadiran : Baik sekali 7 6 5 4 3 2 1 Jelek sekali
Bobot 2:
Cara kerja : Baik sekali 14 12 10 8 6 4 2 Jelek sekali
Disiplin kerja : Baik sekali 14 12 10 8 6 4 2 Jelek sekali
Bobot 3:
Kualitas kerja : Baik sekali 21 18 15 12 9 6 3 Jelek sekali
Prestasi kerja : Baik sekali 21 18 15 12 9 6 3 Jelek sekali
8. BEHAVIORALLY ANCHORED RATING SCALES (BARS)
Merupakan variasi metoda graphic rating scale, yang setiap faktor dan dimensi penilaian diberi uraian penjelasan, sehingga semua penilai yang menggunakan alat PA ini memiliki standar penilaian yang sama. Metoda ini merupakan usaha untuk mengevaluasi tampilan kerja pegawai dalam bentuk tingkah laku spesifik, dan mengungkapkan perbedaan antara yang efektif dan tidak efektif.
Penilai memiliki daftar dari sejumlah pernyataan mengenai perilaku yang berhubungan dengan kerja dalam suatu bentuk skala penilaian, dan tiap skala memiliki bobot penilaian. Lalu penilai memberikan tanda atau melingkari salah satu skala penilaian untuk setiap pernyataan mengenai perilaku pegawai yang sedang dinilai.
9. SASARAN KERJA INDIVIDUAL (SKI)
Adalah suatu system penilaian kinerja individu terhadap sasaran-sasaran atau target yang dicapai berdasatrkan sasaran atau target yang telah ditentukan sebelumnya. Dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi semua pegawai/pegawai berupa sasaran kerja yang hendak dicapai pegawai/pegawai dalam waktu satu tahun, yang dapat diukur dan mengacu pada Bidang Prestasi Kunci (BPK) yang telah ditetapkan. SKI disusun dengan berpedoman pada deskripsi tugas (job description) yang mendukung tercapainya rencana kerja dasn anggaran. Setiap pegawai/pegawai harus memahami dengan baik job decription-nya dan menyusun rincian job description dan tugas tambahan ke dalam rincian program kerja, sub program kerja dan targetnya.
Kelancaran pelaksanaan SKI, dapat diketahui dari laporan berkalan tiap 3 bulan sekali, sebagai control bagi pegawai/pegawai yang melaksanakan pekerjaan, termasuk juga control bagi atasannya.
Tujuan SKI,
(1) Agar setiap pegawai dapat mengetahui apa yang diharapkan perusahaan dari dirinya dan bagaimana cara memenuhi harapan tersebut,
(2) Mengevaluasi hasil dan proses kerja, sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk kinerja perusahaan dan individu,
(3) Sebagai dasar pemberian penghargaan atas prestasi yang dica[pai pegawai selama satu tahun.
Hasil ahir dari proses SKI adalah Nilai Kinerja Individu (NKI) yang merupakan gabungan dari Nilai Proses Kerja (NPK) dan Nilai Pembinaan SDM, sehingga akan berpengaruh terhadap aspek-aspek pengembangan sumber daya manusia
NPK: Meliputi perencanaan (plan), pelaksanaan (do), evaluasi (check), dan tindakan perbaikan (action) atau disingkat PDCA, ditambah dengan aspek kerjasama (team work). NPK adalah pengendalian yang dilakukan dari awal proses hingga ahir proses. Tujuan dari pengendalian, agar supaya masalah dapat segera diketahui melalui evaluasi, dan dapat segera ditanggulangi melalui perbaikan.
YANG DAPAT MELAKUKAN PA
1. ATASAN LANGSUNG
Penilaian oleh atasan langsung sering dilakukan, karena ia memiliki otoritas formal untuk melakukan penilaian dan memberikan pengawasan imbalan yang akan diberikan. Selain itu. orang tersebut adalah orang yang paling banyak memiliki kesempatan untuk mengobservasi tampilan kerja bawahannya. Pada kenyataannya penilaian yang dilakukan oleh atasannya seringkali ditambahkan pula dengan keputusan dari atasan yang lebih tinggi tingkatnya.
2. REKAN KERJA
Penilaian dapat pula dilakukan oleh rekan kerjanya untuk membangun suatu keputusan yang akurat
3. DIRI SENDIRI
Pelaksanaan peneilaian dilakukan oleh pegawai itu sendiri, yaitu dengan meminta pegawai untuk menilai prestasi dan kemampuannya sendiri. Prosedur ini biasa digunakan oleh manajer dan atasannya untuk memba-ngun satu perangkat tujuan yang sama, seperti dikembangkannya suatu baru, atau memperbaiki kelemahannya. Setelah itu manajer menemui atasannya dan mendiskusikannya seberapa baik pegawai itu telah mencapai tujuannya.
Hasil penilaian yang diperoleh cenderung lebih tinggi dari penilaian yang diberikan oleh atasannya, dan menunjukkan toleransi yang lebih besar. Tetapi kelemahannya ini dapat dikurangi dengan cara hasil penilaian divalidasikan dengan kriteria yang lebih obyektif
4. BAWAHANNYA
Pendekatan ini masih jarang digunakan.
Tiga keuntungan apabila penilaian dilakukan oleh bawahannya:
(1) Bawahan memiliki posisi yang lebih baik untuk mengobservasi dan menilai beberapa aspek tingkah laku manajernya, dibandingkan dengan rekan kerjanya atau atasannya.
(2) Karena beberapa penilaian dilakukan oleh sejumlah orang, maka informasi yang diperoleh menjadi lebih banyak bila dibandingkan dengan penilaian oleh satu orang, yaitu dari atasannya saja.
(3) Memberi kesempatan berpartisipasi dalam memberikan penilaian terhadap atasan, dapat meningkatkan kepuasan dan moril kerja bawahan.
Penilaian dari bawahan menunjukkan korelasi yang positif dengan penilaian dari atasan dan penilaian yang dilakukan oleh dirinya sendiri.
KEKELIRUAN DALAM PENILAIAN
1. HALO ERROR
Kekeliruan yang paling sering terjadi didalam PA, bila penilai melakukan generalisasi suatu aspek hasil kerja pegawai terhadap seluruh aspek hasil kerjanya, karena penilai mengetahui (mengira mengetahui) bahwa pegawai tersebut tinggi atau rendah pada salah satu aspek tertentu
2. CONTRAST ERROR
Terjadi bila pegawai dinilai dengan lebih berdasarkan pada hasil perbandingan pegawai yang satu dengan yang lainnya, bukan pada standar tampilan kerja yang obyektif.
3. RECENCY ERROR
Terjadi bila penilaian berdasarkan pada tampilan kerja terakhir pegawai yang bersangkutan. Hal itu mungkin terjadi bila penilaian hanya dilakukan setelh periode waktu tertentu
4. LENIENCY and SEVERITY ERROR
Terjadi bila penilai memberikan penilaian lebih tinggi daripada keadaan sebenarnya karena terlalu berbaikhati/toleran (leniency error) atau penilaian lebih rendah dari keadaan yang sebenarnya karena terlalu kaku/keras (severity error).
5. CENTRAL TENDENCY ERROR
Terjadi bila penilai cenderung memberi penilaian terhadap hasil kerja seluruh atau beberapa pegawai di sekitar pertengahan skala penilaian yang ada, penilai menghindari penilaian yang ekstrim tinggi atau rendah, sehingga pegawai yang dinilai tidak dapat dibedakan secara tajam.
6. CONSTANT or SYSTEMATIC BIAS
Kesalahan penilaian yang bersumber pada standar atau kriteria yang digunakan oleh para penilai yang tidak sama. Penilaian menjadi tidak adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar